Jumat, 22 April 2011

Kartini atau Bukan


“Anak-anak hari ini adalah hari Kartini, siapa tahu tentang Ibu Kartini?” Bu Fat bertanya kepada murid-murid kelas 4 SD yang sedang asyik dengan pakaian yang tidak biasa hari itu.

Beberapa dari mereka tampak kebigungan karena tak tahu siapa Ibu Kartini. Yang mereka tahu hari ini mereka tidak menggunakan seragam sekolah melainkan baju-baju daerah.

”Nah anak-anak inilah Ibu Kartini itu,” Bu Fat berkata dengan lantang sembari menunjukkan foto Ibu Kartini.

Anak-anak yang tadinya sibuk dengan pakaian mereka akhirnya tertarik untuk melihat gambar itu juga. Paling tidak akhirnya mereka tahu sosok yang bernama Ibu Kartini itu.

”Ibu Kartini adalah seorang pahlawan yang hebat anak-anak, beliau membela kaum perempuan agar bisa sekolah seperti kalian sekarang ini supaya kaum wanita maju anak-anak. Bagaimana cara kita menghormati Ibu Kartini? Cobalah untuk mentaati perintah ibu kalian. ibu kalian itu juga termasuk Kartini masa kini.”

Anak-anak memperhatikan apa yang dijelaskan oleh Bu Fat dengan seksama. Seakan mereka lupa dengan keributan soal pakaian adat yang mereka kenakan itu.

”Nah sekarang ibu ingin kalian bercerita tentang Ibu kalian masing-masing ya, ayo siapa yang berani maju terlebih dahulu?” tanya Bu Fat.

Salah seorang murid segera mengangkat tangan dan bergegas maju ke depan kelas.

”Ibuku bekerja di kantor, beliau seorang sekretaris. Pagi-pagi setelah mengantar aku sekolah ibuku langsung ke kantor dan pulang sore hari. Begitu terus setiap hari.”

Beberapa murid maju bergantian dan menceritakan tentang ibu mereka. Hampir semua murid menceritakan bahwa ibu mereka adalah seorang pekerja. Bu Fat menjelaskan bahwa Ibu mereka semua adalah sosok Kartini masa kini.

Giliran Hilya yang maju ke depan kelas. Ia sedikit ragu dan berjalan dengan gontai. Kebayanya sesekali menghalanginya berjalan secara bebas.

“Hmm... Ibuku berbeda dengan kalian semua. Ibuku tidak bekerja di kantor seperti ibu kalian, setiap pagi ibuku mengantar aku kesekolah karena bapak harus buru-buru bekerja. Setelah mengantar aku ke sekolah ibu pulang dan memasak makanan yang lezat buat aku dan bapak. Selain itu ibuku juga mencuci baju dan menyetrikanya hingga rapi dan lembut. Ibu juga membantu aku belajar apalagi kalau ada PR yang sulit-sulit. Bu guru Ibuku itu Kartini masa kini bukan?”

Hilya bertanya dengan ragu, ada sembirat rasa khawatir dalam dirinya kalau-kalau ibunya bukanlah Kartini masa kini. Bu Fat tersenyum kemudian mencubit pipi Hilya yang tembem itu dengan lembut.

“Ibumu pastilah seorang Kartini masa depan yang juga hebat walaupun tidak bekerja dikantoran seperti ibu teman-temanmu yang lain,” jawab Bu Fat

Wajah Hilya langsung berubah. Senyumnya lebar. Pipinya yang tembem melekuk karena tersenyum. Kemudian, ia kembali ke tempat duduknya dengan semangat dan langkahnya pun pasti walaupun kebaya yang ia pakai membatasi gerak langkahnya.

Oleh: Andri Surya

Nb: Gambar diambil dari Google

Kamis, 21 April 2011

Sesungguhnya Aku: Kartini


Oleh: Andri Surya

Sesungguhnya aku ingin kita setara

Sesungguhnya aku ingin kita merata

Tembok maya itu bukanlah penghalang

Mungkin aku lebih beruntung

Lebih bisa terbang lepas laksana burung

Tapi sesungguhnya aku ingin kita bersama

Aku ingin kita bersama menggapai asa dan cita

Tak ada ketakutan dalam bermimpi

Kemudian meraihnya dengan melambung tinggi

Kenapa aku begini?

Kenapa aku begitu peduli?

Entahlah... tapi...

Namaku adalah Kartini dan aku sangat peduli akan semua ini


Nb: Gambar diambil dari Google

Kamis, 14 April 2011

Menanti "Lahirnya" 2 Antologi

Sudah hampir satu tahun aku tidak menulis di posting ini. Tapi Alhamdulilah akhirnya aku menulis dengan label ini juga. Kira-kira moment apa yang harus diingat? Check this one out!

Sebenarnya cerita ini dimulai dengan postingan sebelumnya (writing…writing…writing…) di mana aku mulai berani menyalurkan bakat menulis yang tidak seberapa itu. Akhirnya aku beranikan diri saja mengikuti beberapa kompetisi menulis walaupun hasilnya masih nihil. Menariknya adalah saat aku berniat mengikuti kompetisi menulis cerpen di SMCO WR (Sekolah Menulis Cerpen Writing Revolution) yang diasuh oleh Pak Joni Lis Effendi. Awalnya aku hanya berencana mengirim cerpen saja tapi ternyata ada proses belajarnya juga. Akhirnya aku belajar dengan mengirim 2 cerpen sebelum akhirnya mengirim cerpen untuk kompetisinya. Yang menjadi moment indahnya adalah.

  1. Cerpen ku masuk Nominasi bulan Februari (karya nominator rencananya akan dibukukan beserta pemenangnya nanti)
  2. Diadakan proyek menulis buku antologi cinta gokil yang terbuka untuk siswa SMCO WR (melalui seleksi). Karya cerpen ku juga masuk di sini yang juga akan dibukukan.

Jangan dipikir ini mudah karena aku adalah siswa. Dua hal di atas aku lakukan dalam 2 kali percobaan dan melalui seleksi. Ini karena bagi yang tidak lolos tahap 1 maka masih diperbolehkan mengirim lagi untuk tahap terakhir sebelum final. Alhamdulilah keduanya bisa lolos. tak terbayangkan rasanya akan memiliki 2 buku antologi. Yang jelas aku masih ingin terus menulis dan berkarya dan disinilah langkah awalku dimulai. Info mengenai SMCO WR dapat dilihat di www.menulisdahsyat.blogspot.com.

Rabu, 13 April 2011

AKU INGIN BERTANYA

26/11/10
08.45 AM

Aku ingin bertanya

Apakah lelaki tak boleh menangis?

Saat bebannya terlalu berat dan teramat berat

Saat tak ada siapapun yang peduli

Saat yang lain hanya berkata ”anda laki-laki dan anda harus kuat”

Aku ingin bertanya

Apakah lelaki tidak boleh menumpahkan isi hatinya?

Saat semua sudah menumpuk di pikirannya

Saat dia sendiri butuh topangan

Saat dia mulai bingung dengan apa yang harus ia lakukan

Saat yang lain hanya berkata ” aku ini laki-laki dan aku tak biasa tumpahkan semua pada orang lain”

Aku hanya ingin bertanya kepada kalian semua

Yang merasa tampaknya tegar dan merasa tidak terjadi apa-apa

Yang merasa tangisan adalah tabuh bagi kita

Dan aku ingin bertanya pada siapa saja yang merasa mampu menjawabnya

KETIKA HATI BICARA

29/11/2010

08.10 am

Ketika hati yang bicara

Mungkin kita tak akan lagi bersahabat

Mungkin kita tak akan lagi bertegur sapa

Bahkan

Mungkin saja kita akan saling bermusuhan

Mulut seolah sudah basi sebagai tempat untuk bersuara

Mulut tak akan berbicara seterang hati bicara

Dan

Ketika hati berbicara

Itulah yang terjujur

Ketika hati bicara

Kau tak kan tahu mengenai apa

Kau tak kan tahu rasa yang bagaimana

Bahkan

Kau tak kan tahu bahwa mungkin ia merana

Mulut seolah mengeluarkan aroma kesejukan

Mulut hanya mengucap hiburan-hiburan

Bagi kesenangan maya

Dan

Ketika hati berbicara

Itulah yang terjujur

Ketika hati yang bicara

Maka

Mulut tak lagi berguna

LELAP LAH KAWAN

14 Juli 2010

21.03 PM

Selesaikan tugas mu wahai kawan..

Kemudian redupkan perlahan api lelahmu dalam pembaringan

Rebahkan tubuhmu kawan biarkan sentuhan lembut kasur empukmu membelai

Pejamkan saja matamu perlahan rasakan sentuhan lembutnya

Desahkan nafas lelah mu padanya kemudian lelaplah

Selesaikan tugas mu wahai kawan..

Kemudian lelaplah

Jangan kau hiraukan mereka yang ingin menyalakan api itu kembali

Teriak kan pada mereka bahwa kau lelah…kau butuh terlelap..sebentar saja..

Tunjukan pada mereka bahwa tempat mu merebah masih terlalu indah untuk dilepas

Jadi…biarkan mereka menanti kawan…biarkan saja..

Selesaikan tugasmu wahai kawan..

Kemudian lelaplah

Karena mereka tak mungkin mengerti dan pahami

Bahwa kau butuh terlelap sebentar saja..

Biarkan mereka melawan dunia tanpa mu

Karena kau sudah menantang dunia sedari dulu

Desahkan kembali nafas lelahmu kawan

Biarkan mereka menanti kawan..biarkan saja

Kemudian lelaplah..lelaplah..sebentar saja…

JIKA NANTI AKU PERGI

28/11/2010

Jika nanti aku pergi
Maka yakinlah bahwa kepergianku bukan untuk membuatmu menangis
Bukan untuk membuatmu sakit
Namun kepergianku adalah untuk lebih dekat dihati
Jika nanti aku pergi
Maka jangan tangisi
Namun ingat semua bahagia yang tlah kita lalui
Disaat itu tersenyumlah dan tegarlah kembali
Jika nanti aku pergi
Maka yakinlah bahwa kau tak kan pernah berjalan sendiri
Hari ini...
Kuingin ucapkan terima kasih karena kau menjadi bagian dari hidupku
Menwarnai gelap hariku
Memberi ceria diimajiku
Dan aku bangga akan kamu
Maaf jika aku harus pergi

LOVE IS NOT ENOUGH

25/04/07, 08.00 a.m


Love is not enough

To say that I need you

Love is not enough

To say that I always dreaming about you

Love is not enough

To say that you are the one

They said this is love

But no…no… they are wrong

Because this is more than love

And love is not enough

When your smile

Fulfilling all my day

When your eye

Made my heart stop beating for awhile

When your soul come to my soul

Made my mind is full of you

They said this is love

But no…no…they are wrong

Because this is more than love

And love is not enough

To say all about you

By: ASP

Sabtu, 09 April 2011

Ikhlas adalah melakukan sesuatu tanpa memikirkan hasil yang kita inginkan namun yakinlah bahwa hasilnya akan lebih dari yang kita inginkan -Sang Surya-
Kombinasikan antara doa, ikhtiar, sabar, dan ikhlas lalu rasakan dahsyatnya -Sang Surya-
Tantangannya bukan ada pada bahagia lalu bersyukur tapi tantangannya ada pada gagal namun tetap bersyukur-Sang Surya-
Ketika orang lain berani bermimpi saya berani bercita-cita -Sang Surya-
Kadar kesabaran bukan dinilai dari perkataan tapi dinilai dari penyikapan saat kita diharuskan sabar-Sang Surya-

Senin, 04 April 2011

Ketika Pemotong Rambut Bercanda dengan Temannya

Beberapa hari yang lalu sebelum coretan ini ditulis, aku berencana untuk memotong rambut karena terlihat sudah terlalu panjang dan sudah bikin risih. Langsung saja aku tancap sepeda motor ketempat potong rambut langganan. Sampai disana aku harus menunggu sekitar 15 menit karena masih ada pelanggan lain. Tapi dengan menunggu itu coretan ini tercipta. Sepertinya coretan yang satu ini juga dapat dijadikan pelajaran kehidupan.
jadi ceritanya salah seorang teman dari Pak pemotong rambut itu datang dengan membawa kedua anaknya. tentunya bapak dengan dua anak itu juga memiliki tujuan yang sama dengan aku yaitu ingin memotong rambutnya. Berhubung aku yang datang duluan maka Pak pemotong rambut itu menanganiku terlebih dahulu.
Menariknya adalah percakapan mereka berdua tentang kehidupan. sambil menangani rambutku, pak pemotong rambut bercakap-cakap dengan temannya tersebut.
Pemotong rambut: Si x itu belum nikah-nikah ya? (membicarakan teman yang lain)
Temannya: iya padahal sudah waktunya.
Pemotong rambut: terus si xx itu juga belum punya anak ya padahal sudah lama nikah? (membicarakan teman lainnya lagi)
Temannya: iya mungkin belum rejeki, tapi kalau mau usaha bayi tabung itu bisa mungkin
walaupun keluar banyak uang tapi kan senang dapat anak.
Pemotong rambut: ya namanya rejekinya orang itu beda-beda, sudah ada yang mengatur.
Temannya: iya memang sekarang kehidupan lagi susah, cari yang haram saja sudah susah apalagi yang halal. ya yang penting usaha

Kira-kira seperti itulah obrolan mereka sambil terus memotong rambutku. Aku sendiri hanya ikut tertawa saat teman pemotong rambut itu mengungkapkan keluhannya. Kalau dipikir-pikir jika pernyataan "yang haram saja susah" ini Alhamdulilah deh minimal kejahatan tidak meraja rela. Untunglah walaupun bercakap-cakap semacam itu tapi mereka punya keluarga yang harmonis dan pekerjaan yang layak. Mungkin itu hanya canda mereka saja disela-sela menunggu giliran. Buktinya dengan hanya bekerja sebagai tukang potong rambut dan berjualan pulsa bapak itu mampu merenovasi "kantornya" itu. Aku tahu karena pada awal aku memotong rambut disana kondisinya jauh berbeda dengan sekarang. Bahkan saat itu beliau belum punya usaha isi ulang pulsa tapi sekarang ruangan itu cukup nyaman untuk para pelanggan yang datang dan adanya tambahan usaha isi ulang pulsa. Mungkin ini bukti kecil bahwa yang halal tidak susah kalau kita mau mencarinya dengan berdoa, telaten, dan ulet dalam bekerja.

Hidup dari Bubur Sumsum

“Bu saya beli buburnya 5 dibungkus.”

“Oh iya sebentar ya Mas.”

Bubur sumsum itu terlihat lezat dengan berbagai macam isian yang menggiurkan. Isian yang lazim adalah sumsum (dari tepung), mutiara (bentuknya seperti mutiara berwarna merah), ketan hitam, dan kacang hijau. Harganya terjangkau bahkan mungkin sangat murah hanya Rp. 1000,-. Ibu itu sudah lama mangkal di area Jalan Sigura-gura Malang tepatnya di depan Masjid Al-Muhajirin Malang. Aku emang berlangganan bubur sumsum itu. Jika ada waktu aku kesana dan membelinya untuk sekedar kudapan pengganjal perut. Menariknya aku memdapat pelajaran baru dengan mendengarkan percakapan antara salah seorang ibu yang menanti jemputan setelah menikmati bubur sumsum nan menggugah itu dan penjual tersebut. Kira-kira seperti ini percakapan mereka

Ibu pembeli: Sudah lama berjualan di sini bu?

Ibu penjual: Wah sudah lama Bu mulai tahun 1997. pokoknya setelah bapaknya anak-anak “nggak ada” saya langsung berjualan disini.

Ibu Pembeli: wah sudah lama ya Bu.

Ibu Penjual: Iya Bu, anak saya 4 semua saya biayai dengan jualan bubur ini kok Bu.

Ibu Pembeli: mulai jam berapa berjualan disini bu?

Ibu Penjual: Mulai dari jam 7 sudah di sini tapi menyiapkannya mulai jam 3 pagi Bu nanti pulang kalau ndak siang ya sore jam 3.

Ibu Pembeli: Nggak capek bu?

Ibu Penjual: Nggak bu wong daripada tiduran di rumah malah bosan. Tapi menyiapkannya nggak berat soalnya bahan-bahan belinya nitip anak saya yang sekarang mracang (jualan bahan pokok).

Kemudian ia sedikit menceritakan perbedaan antara berjualan sekarang dan dulu. Menurutnya saat itu daerah itu yang dekat dengan Universitas Swasta sangat ramai sehingga berkahnya juga merambat ke Ibu penjual itu. Bayangkan beliau berjualan bubur sumsum mulai dari harga Rp. 250,- dan sekarang ia menjualnya dengan harga Rp. 1000,-. Memang menurut ibu itu keadaan sekarang sepi dibanding dulu dan nggak semua mahasiswa suka bubur mungkin. Tapi yang membuat salut adalah ibu penjual itu mampu menghidupi keempat anaknya hanya dengan berjualan bubur. Beliau tidak berjualan di warung tapi hanya gerobak kecil berwarna biru muda dengan kaca di keempat sisinya agar apa yang di jualnya terlihat. Aku sendiri hanya memperhatikan cerita ibu itu dengan seksama dan terkadang tersenyum kecil. Hari ini aku belajar sesuatu lagi dari sebuah jalan-jalan santai di pagi hari.

Minggu, 03 April 2011

Pelajaran dari Bapak Penjual Kerupuk

Suatu pagi sekitar pukul 08.30 atau 09.00 seorang bapak datang kepadaku. Seperti biasa kulayani saja dengan ramah dan senyuman. Ia meminta aku untuk mengetikan sesuatu. Sesuatu itu adalah logo makanan ringan. Mungkin ini terlihat biasa karena tiap hari ada saja yang seperti ini dan macam-macam saja permintaan para customer. Tapi yang membuatnya layak ditulis dan di ingat adalah pembicaraan hari itu. Aku benar-benar salut dengan bapak itu. Merek dagang yang aku ketik saat itu adalah makanan ringan cap "Tiga Hiu". Kira-kira beginilah dialog yang layak diingat itu:

Bapak x: Mas...bisa minta tolong dibuatin yang kayak gini?

Aku: o kayak gini pak (sambil melihat merk dagang itu), bisa.

Bapak x: ini diganti aja nggak apa-apa mas, ini kan cuma contoh aja

Aku: diganti gimana pak?

Bapak x: ini kan mereknya hiunya 1 (menunjuk gambar) ditambah jadi 3 aja.

Aku: o gitu...

Kemudian aku mengerjakan perintah bapak tersebut dan ditengah-tengah pembicaraan itu ia tiba-tiba berkata.

Bapak x: Kalau sekarang ini apa-apa harus dikerjakan mas wong namanya cari makan.

Aku: (sedikit terkejut) iya..pak

Bapak x: ini liat temen saya jualan krupuk kok sukses...saya jadi kepingin nyoba mas

Omsetnya bisa nyampe 2 juta 1 bulan mas. Cari duit 2 juta kan sulit banget mas.

Aku: iya bener pak (sambil senyum-senyum)

Bapak x: Kalau sekarang saya apa yang bisa saya kerjakan. Pokoknya saya berpikir positif aja mas. Saya juga berpikir kalau nanti ini juga sukses kayak teman saya itu. Terus terang saya liat demo-demo gitu paling benci saya.

Aku: o gitu ya pak

Bapak x: iya pokoknya benci saya klo pas liat di TV itu mas

Mending usaha ya pelan-pelan wong namanya milih usaha yang kayak gini ya kudu sabar (kami berdua tertawa). Ini kalau mas punya-punya ide bagusnya gimana saya terima lho mas kan sapa tahu ide masnya bisa lebih bagus trus hasilnya menarik.

Beberapa saat kemudian design sederhana yang kubuat dengan penuh keringat (lebay dikit hehehe) akhirnya selesai juga. Tiba-tiba bapak itu berkata lagi.

Bapak x: Mas kok gambarnya mirip orang senyum ya?? Pas ini rambutnya (menunjuk tulisan: makanan ringan) ini mata sama hidung (menunjuk tiga hiu-nya) lha ini mulutnya (menunjuk alamat nya). Kalau diliat liat seh emang mirip...banget malahan aku dan bapak itu tertawa terbahak-bahak untungnya lagi sepi...

Diakhir pertemua itu sang bapak berkata kembali.

Bapak x: nah gini kan keliatan menarik mas...ya pokoknya moga-moga jualan ini nanti laris gitu lah mas.

Aku: iya pak..

Bapak x: makasih banyak lho mas ini...

Sambil melihat ia berlalu aku tersenyum.

Aku: ya pak sama-sama.....(dalam hati: ya semoga sukses pak usahanya)

Dari situlah aku melihat secercah semangat dimasa-masa sulit semacam ini. Berpikir positif...mungkin itu lah yang paling penting saat ini kemudian kerjakan saja, tidak ada salahnya juga mencoba sapa tahu bisa sukses, tentunya dengan usaha keras dan ulet. Ya walaupun namanya manusia juga suka ngeluh tapi aku juga belajar dari perkataan bapak itu.

Saat itu aku hanya berpikir barangkali ia pulang kerumah dengan tersenyum bercerita pengalamannnya tadi (termasuk bercengkerama dengan ku hehehe) dan bersiap untuk mulai mebuat krupuk dengan bumbu yang ada plus bumbu semangat yang membara. Semoga di waktu yang akan datang bisa kutemukan merk ini di warung-warung atau toko terdekat.