Senin, 12 Desember 2016

Tangisan Suwidak Loro

Alkisah, seorang pemuda bernama Bujang Permai berkelana untuk mengejar impiannya. Dengan bekal lidi dan dupa yang ia dapatkan dari kakek yang hadir di mimpinya, Bujang Permai singah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Suatu ketika, pemuda ini singgah di suatu desa. Bujang Permai memutuskan untuk menginap di desa tersebut sembari melepas lelah dan melengkapi bekalnya. Malam harinya, tidur Bujang Permai terganggu. Ia mendengar suara tangisan yang begitu miris. Pikiran Bujang menjadi tak karuan. Apa mungkin itu suara hantu yang berkeliaran mencari anak-anak kecil di malam hari?
“Maaf, apakah Ibu mendengar tangisan tadi malam? Saya mendengarnya. Rasanya perih sekali mendengar tangisan itu.” Paginya sembari menyantap makanan di sebuah warung, Bujang memberanikan diri bertanya pada pemilik warung.
“Itu tangisan Suwidak Loro. Sekarang ia tinggal sendirian. Ibunya baru saja meninggal beberapa bulan yang lalu.” Kata pemilik warung sambil mengusir lalat yang berseliweran di dekat dagangannya.
“Kenapa tidak ada yang mencoba menenangkannya, Bu?” Bujang Permai semakin penasaran dengan gadis bernama Suwidak Loro itu.
“Hampir semua warga desa di sini sudah mencoba menenangkannya, tapi sia-sia saja. Suwidak Loro tetap menangis setiap malam.” Jelas pemilik warung lagi.
Bujang Permai menghabiskan makanannya dengan rasa penasaran tentang Suwidak Loro. Mengapa gadis itu begitu sedih hingga menangi setiap malam? Tangisannya itu membuat Bujang tidak tahan. Ia tak pernah bisa mendengarkan tangisan seorang perempuan. Karena penasaran, Bujang berniat mendatangi rumah Suwidak Loro nanti malam. Siapa tahu Bujang bisa membantu menghentikan tangis Suwidak Loro.
Saat bulan menampakkan diri dengan sinarnya yang berkilau, Bujang Permai berjalan menyusuri jalan desa. Ia berusaha mencari sumber tangisan. Jantung Bujang Permai berdetak makin kencang saat mendekati pintu rumah yang sudah tampak reot itu.
“Permisi, ada orang di dalam?” Bujang Permai memberanikan diri.
Tangisan yang terisak tiba-tiba berhenti, kemudian terdengar suara decit pintu. Bujang Permai kaget bukan kepalang.
“Siapa kamu? Sepertinya kamu bukan pemuda di desa ini?” Suara lembut Suwidak Loro memecah kekagetan Bujang.
Bujang kaget karena gadis bernama Suwidak Loro ini berbeda dari gadis-gadis lain yang pernah ia temui sebelumnya. Rambut gadis ini sangat tipis, hanya beberapa helai saja. Matanya juga memerah. Agaknya itu karena ia terus menangis setiap malam. Tubuhnya juga terlihat lusuh.
“Aku Bujang Permai, apakah kau Suwidak Loro?”
“Ya, aku Suwidak Loro namaku seperti jumlah helai rambutku.” Suwidak Loro sedikit malu menjelaskannya. Bujang mengangguk.
“Bolehkah aku tahu, kenapa kau menangis setiap malam?” Bujang langsung mengatakan maksud kedatangannya.
“Aku menangisi hidupku Bujang. Ibu yang kucintai, yang selalu mendoakan aku baru saja meninggal. Kini, aku hidup sebatang kara. Doa ibuku juga belum terwujud.” Wajah Suwidak Loro memerah menahan tangis.
“Doa apa gerangan yang terus dilantunkan oleh ibumu wahai Suwidak Loro?” Bujang semakin penasaran.
“Setiap malam ibuku selalu berdoa agar kelak aku mendapatkan jodoh seorang raja. Aku selalu berpikir kalau itu tidak mungkin. Lihat saja penampilanku. Tapi ibu bilang aku adalah gadis cantik.” Kini air mata Suwidak Loro benar-benar menetes lagi.
Hati Bujang terketuk saat mendengar kisah hidup Suwidak Loro. Pemuda pengembara itu teringat akan lidi dan dupa yang dimilikinya. Kata kakek yang memberikannya di dalam mimpi, berikan sebatang lidi kepada mereka yang membutuhkan bantuan.
“Terimalah ini wahai Suwidak Loro. Semoga saja lidi ini bisa membantumu. Bakar saja lidi ini.”  Bujang menyerahkan lidi itu kemudian mohon diri. Ia tak pernah tahu kelanjutan nasib Suwidak Loro karena harus mengejar mimpinya sendiri.
Setelah beberapa bulan mengembara, sampailah Bujang di sebuah kerajaan. Kerajaan itu sangat megah, rakyatnya juga terlihat tentram dan makmur. Tapi sepertinya wajah mereka sedang bersedih. Dari salah satu warga, Bujang tahu bahwa rupanya raja kerajaan itu sedang sakit keras. Sudah beberapa tabib datang untuk menyembuhkan tetapi tetap tidak ada hasil. Hari demi hari kesehatan raja semakin memburuk. Bujang tak tega mendengar cerita itu kemudian memutuskan untuk menemui pengawal kerajaan.
“Ijinkan aku mencoba menyembuhkan raja.” Bujang Permai berkata mantap kepada pengawal kerajaan.
Setelah mendapatkan ijin dari orang kepercayaan raja, Bujang akhirnya diijinkan masuk. Keadaan raja memang menyedihkan. Tubuhnya mulai kurus kering, wajahnya keriput, kulitnya dipenuhi bintik-bintik merah. Bujang segera mengeluarkan 2 batang lidi yang tersisa. Ia menepukkan lidi itu ke tubuh raja kemudian membakarnya. Asap dan wangi dari lidi itu terhirup oleh raja. Ajaib! Perlahan bintik-bintik di kulit raja menghilang. Kulitnya pun mulai segar. Sampai akhirnya mata raja terbuka dan langsung meminta minum karena haus.
“Siapa yang berhasil menyembuhkan penyakitku ini?” Raja bertanya terbata.
“Hamba paduka. Nama hamba Bujang Permai.” Bujang memberi hormat kepada raja.
“Wahai pemuda aku sangat berterima kasih padamu. Apa yang bisa aku berikan kepadamu sebagai imbalan?” Raja antusias melihat Bujang karena berhasil menolongnya.
“Hamba tidak mengharap apapun. Hamba hanya ingin menolong paduka saja. Hamba ini hanya seorang pengembara.” Jelas Bujang.
“Begini saja, kebetulan aku dan permaisuri tidak memiliki putra. Tidak ada yang mewarisi tahtaku. Bagaimana kalau kau kuangkat menjadi putra mahkota?”
“Apa ini tidak berlebihan Paduka?” Bujang terkejut dengan pertanyaan raja.
“Tentu tidak, kau menolongku. Aku yakin kau adalah pemuda yang baik.” Jawaban raja sangat meyakinkan.
Jadilah setelah hari itu, Bujang menjadi seorang putra mahkota. Bahkan, beberapa tahun kemudian Bujang diangkat menjadi raja. Ia memerintah dengan adil, arif, dan bijaksana. Tidak hanya raja dan permaisuri yang suka dengan Bujang, tetapi juga seluruh pegawai kerajaan dan rakyatnya. Hingga suatu hari, raja memberikan pertanyaan yang mengejutkan Bujang.
“Bujang, tak inginkah kau memiliki seorang permaisuri?”  
“Tentu saja saya ingin ayahanda, tapi apa daya hamba belum menemukan permaisuri yang ingin hamba persunting.” Bujang menjawab hati-hati.
Mendengar jawaban itu, raja menjadi sedih. Raja paham jika setelah menjadi pengganti tahta kerajaan, Bujang sangat sibuk mengatur ini dan itu. Ia seperti tak memedulikan gadis-gadis di sekitarnya. Padahal, sudah waktunya Bujang memiliki permaisuri. Raja dan permaisuri juga ingin memiliki cucu dari Bujang.
Bujang juga tak ingin membuat orang yang sudah mengangkatnya sebagai anak itu bersedih. Bujang teringat dengan dupa yang dibawanya. Kakek itu memperintahkan Bujang untuk membakar dupa itu jika membutuhkan bantuan. Bujang pun membakar dupa itu dan seketika wangi menyeruak.
Esoknya, tiba-tiba saja ayahanda Bujang mengadakan sayembara untuk mencari permaisuri bagi Bujang Permai. Pengumuman disebar ke berbagai penjuru desa. Tak ayal, banyak gadis yang datang untuk mengadu peruntungan menjadi calon permaisuri Bujang Permai. Pemuda  itu memerhatikan satu demi satu wajah gadis-gadis yang datang. Sampai ia terhenyak karena ada wangi yang tidak asing menusuk hidungnya. Bujang mendekati gadis itu.
“Siapakah gerangan kau wahai gadis cantik? Aku mencium bau wangi yang sangat aku kenal.” Bujang penasaran.
“Aku Suwidak Loro, Raja.” Jawab gadis itu sambil malu-malu.
Betapa terkejutnya Bujang karena Suwidak Loro sudah berubah menjadi gadis yang cantik jelita. Rambutnya tebal dan wajahnya juga lebih cerah. Bau tubuhnya juga wangi.
“Suwidak Loro? Benarkah itu kau? Ini aku Bujang yang pernah memberimu lidi.” Wajah Bujang menjadi cerah.
“Bujang? Tak kusangka kau sudah menjadi raja dan kita bertemu di sini. Sejak kau beri lidi itu. Kejadian aneh menimpaku. Rambutku tumbuh perlahan menjadi lebat. Kemudian aku mulai merawat diri. Anehnya muncul wangi dari tubuhku ini, wangi yang sama seperti wangi lidi itu.” Suwidak Loro menjelaskan dengan sumringah.
Bujang merasa kalau Suwidak Loro adalah jodoh yang dikirimkan untuknya. Karena itu, ia memilih Suwidak Loro menjadi permaisuri. Akhirnya kedua muda mudi itu menikah dan hidup sebagai sepasang kekasih yang bahagia dengan mimpi yang sudah mereka dapatkan.     

*** 

Catatan: Cerpen ini diikutkan dalam lomba menulis ulang cerita rakyat yang diadakan oleh Kampus Online Penulis Indonesia atau KOPI dengan Dosen Maya Lestari GF. 

Sumber bacaan:
- Suwidak Loro (cerita rakyat Jawa, oleh Murti Bunanta) 
- Bujang Permai (cerita rakyat Sumatera Barat, oleh Murti Bunanta)

Kamis, 01 Desember 2016

Tentang Novel Fabel Mencari Aurora

Mencari Aurora merupakan novel fabel. Novel ini adalah karya solo kedua Andri Surya. Novel fabel ini diterbitkan November 2016, menceritakan tiga ekor ikan komet muda yang harus mencari Aurora untuk menyelamatkan tempat tinggalnya. 
 
Beberapa kutipan menarik dari Novel Fabel Mencari Aurora:
 
* "Bayangkan Dig! Aku akan bertenu dengan ikan-ikan lain selain kau, Felix, Nyonya Amanda, Bella, atau ikan lainnya di sini. Pokoknya, selain ikan komet yang ada di Kometians ini!" Roki tak menggubris omongan Digi soal dimangsa ikan lain itu. - Roki -
 
* "Apanya yang menyenangkan? Jika kau keluar dari Kometians, kau akan dimangsa oleh ikan lain." Digi menjawab dengan wajah datar. - Digi -
 
* "Stop Digi! Ini bukan soal berebut makanan, tapi itu berbahaya buat kita!" Emir berteriak menghentikan Digi. - Emir -  

Novel fabel karya Andri Surya ini sudah bisa didapatkan versi cetak atau buku fisiknya. Silakan menghubungi penulis untuk mendapatkan buku ini. Penulis bisa dihubungi melalui email: andrimenulis@gmail.com atau akun Facebook: Andri Surya.   

Selasa, 18 Oktober 2016

Mendongkrak Mood Menulis

Salah satu alasan mandeg-nya tulisan ditengarahi karena mood yang sedang tidak baik. Walaupun sebenarnya, mood yang sedang kurang baik pun bisa diarahkan untuk menulis. Mood atau perasaan yang sedang tidak baik memang bisa sangat memengaruhi dan dampaknya bisa writer block berkepanjangan. Hal ini sering terjadi untuk tulisan panjang seperti novel. 

Penulis bisa mutung dan menghentikan tulisannya. Selain itu, penulis bisa tiba-tiba sakit kalau lihat naskah karena perasaan yang sedang tidak enak. Menulis itu memang tidak mudah dan prosesnya tidak sebentar. Saya sendiri juga masih sering merasa lelah, malas, dan merasa hal lain yang membuat tulisan terhenti. Saat rasa tidak enak itu datang, biasanya mencoba mendongkrak dengan cara-cara ini.

Mengerjakan Pekerjaan Lain
Kadang saya merasa tidak mood karena merasa butuh sesuatu yang baru di luar menulis. Karena itu, biasanya saya mencoba mengangkat mood menulis dengan mengerjakan pekerjaan lain dulu. Tapi jangan salah, bisa jadi pekerjaan lain itu berguna untuk kelangsungan tulisan kita. Misalnya saja dengan membersihkan kolam ikan kecil di rumah, saya akhirnya berhasil mendapatkan ide dan menyelesaikan novel fabel kedua saya “Mencari Aurora”. Melakukan ibadah pun biasanya juga bisa menghasilkan ide atau mengembalikan mood menulis. 

Bagaimana kalau tidak bisa lepas dari menulis? Saya sih mencoba untuk mencari “pelarian”. Saat buntu menulis novel, saya mencoba menulis non-fiksi dengan mengisi 3 blog yang saya kelola. Jika sudah mulai mendapatkan mood, saya kembali lagi ke novel yang saya garap tadi.

Jalan-Jalan (Pakai Kaki)
Ya hehe, menurut saya dampak jalan-jalan pakai kaki dan pakai kendaraan itu berbeda. Saya cukup sering jalan-jalan pagi khususnya Sabtu atau Minggu. Jalan-jalan seperti ini membuat saya lebih fresh. Memang saat jalan kaki, maka kecepatan kita lambat. Walaupun begitu, kita bisa mengamati sekeliling dengan lebih detail dan bisa memberikan suntikan untuk tulisan kita. Kalau perlu arahkan jalan-jalan ke tempat yang sekiranya ada hubungannya dengan tulisan kita. Biasanya, setelah itu mood kita akan kembali terdongkrak dan lanjut menulislah kita. 

Jalan-Jalan (Pakai Kendaraan)
Sebenarnya ini tidak jauh berbeda dengan jalan kaki hanya saja jaraknya bisa lebih luas. Kita bisa langsung menuju ke tempat yang berhubungan dengan tulisan kita. Sensasinya pun berbeda. Siapa tahu saat macet, kita bisa mendapatkan ide menulis. Kalau ide dapat biasanya mood menulis pun kembali datang.

Membaca
Membaca juga bisa jadi obat manjur untuk mengangkat gairah menulis. Saya sendiri memilih tidak hanya membaca buku yang sifatnya referensi menulis. Saat ini saya lebih suka memilih buku apapun yang sedang ingin dan butuh saya baca. Kalau lagi drop ya coba membaca buku motivasi. Kalau lagi bingung melanjutkan tulisan ya baca buku tips menulis atau novel yang berhubungan dengan tulisan dan lain sebagainya.

Tidur
Ternyata tidur juga punya manfaat baik untuk mendongkrak mood menulis. Tentu bukannya hanya tidur seharian. Menurut buku yang saya baca berjudul “Menulis dengan Otak Kanan: Panduan Self Help Mengarang Bebas untuk Meraih Prestasi dan Meningkatkan Kreativitas Diri", tidur pulas atau tidur dengan kualitas yang baik akan memicu kreativitas menulis. Bahkan dalam buku ini, tidur dimasukkan dalam bab pertama yang harus dilakukan sebelum menulis. Toh, bannyak juga penulis yang berhasil membuat tulisan yang keren dari mimpinya saat tidur pulas. 

Ngemil
Saya juga suka berhenti menulis sejenak hanya untuk menikmati snack favorit saya atau sekedar menikmati teh, susu coklat hangat, atau jus buah (urutan menunjukkan tingkat keseringannya haha). Untuk snacknya biasanya pilih kue mari yang bentuk lingkaran dan lubang-lubang itu atau snack apa saja yang sedang tersedia haha. Setelah itu biasanya pikiran dan otak akan kembali segar, aktivitas menulis pun berlanjut. 

Niat
Pada akhirnya,  tanpa niat untuk melanjutkan menulis, kita tidak akan menulis. Walaupun melakukan trik di atas, tanpa niat pun tulisan tidak akan selesai bahkan bisa keterusan berhenti. Jadi, niat untuk menulis itu penting, mood akan terbawa dengan sendirinya. 

Bisa dikatakan kalau menulis bisa lancar ketika suasana sedang rileks atau mood sedang baik, walaupun sekali lagi mood yang tidak baik pun bisa digunakan untuk menulis. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendongkrak mood menulis. Ini adalah sebagian cara saya . Teman-teman bisa menemukan cara sendiri yang manjur untuk mengembalikan gairah menulis. Jadi, mari tetap menulis!  

Kamis, 06 Oktober 2016

Tentang Novel Petualangan Leon



Petualangan Leon merupakan novel fabel. Novel ini adalah novel perdana Andri Surya. Novel fabel yang diterbitkan September 2015 ini menceritakan petualangan seekor kucing ras Siammese jantan di luar rumah tuannya.

Beberapa kutipan menarik dari Novel Fabel Petualangan Leon:

-       * “Putih usang? Oh… ayolah Spike warnaku sangat keren. Dan ekorku? Ekorku memang panjang tapi itu yang membuat ras kami istimewa,” Pogo memberikan pembelaan. (Petualangan Leon, halaman 9). 

-       *  “Sudah jangan bertengkar, Leon walaupun kau yang tertua bukan berarti kau boleh semaunya.” Alexia menengahi Leon dan Megi. (Petualangan Leon, Halaman 17).

    * “Melawan bukan berarti harus menyerang, kan?” Nina tersenyum melihat tingkah pola Leon (Petualangan Leon, halaman 119). 

Novel fabel karya Andri Surya ini sudah bisa didapatkan versi cetak atau buku fisiknya. Silakan menghubungi penulis untuk mendapatkan buku ini. Penulis bisa dihubungi melalui email: andrimenulis@gmail.com atau akun Facebook: Andri Surya.