Minggu, 22 Desember 2013

Lagi-Lagi Soal Editing

Kalau membaca kata “lagi-lagi” dalam judul yang saya tulis di atas, sepertinya saya sedang sebal, ya? Tapi saya tidak sedang sebal sama sekali. “Lagi-lagi” di judul yang saya tulis itu membuktikan bahwa proses editing itu sangat penting dalam penyelesaian sebuah tulisan. Untuk membuktikan, coba teman-teman tulis 1 paragraf saja tanpa proses edit.  Kemudian, baca tulisan tersebut. Walaupun tidak menekuni dunia tulis menulis pasti kita akan merasa bahwa tulisan itu jelek atau tidak enak dibaca. Sekarang, edit bagian-bagian yang salah lalu baca ulang tulisan tersebut. Kesannya pasti beda. Setidaknya, kita akan berkata bahwa tulisan tersebut lumayan dan lebih enak untuk dinikmati walaupun masih untuk diri sendiri. 

Hal penting inilah yang menjadi diskusi pada pertemuan Komunitas Malang Menulis hari ini (22 Desember 2013). Pada pertemuan kali ini, Komunitas Malang Menulis menghadirkan 2 pemateri. Pemateri tersebut adalah Mbak Ivone dan Mbak AnnisaAE yang juga merupakan anggota komunitas ini. Selain aktif di komunitas penulis Malang ini, mereka berdua merupakan editor sekaligus owner self publishing yang mereka dirikan. Mbak Ivone merupakan editor dari Mozaik Indie Publisher sedangkan Mbak AnnisaAE merupakan editor dari AE Publishing.


Sebelum memulai materi, mereka berdua menekankan pentingnya proses editing setelah karya selesai ditulis. Ada baiknya, penulis melakukan self editing setelah naskah yang mereka tulis selesai. Setelah berkecimpung di dunia menulis akhirnya saya pun menyadari pentingnya editing. Setidaknya gambarannya sama dengan yang saya tuliskan di atas. Intinya, proses editing yang rumit dan melelahkan itu tidak melulu tugas editor. Tidak ada salahnya meringankan beban editor sekaligus meningkatkan skill menulis kita sendiri. 


Kalau berdasarkan pengalaman pribadi, setelah proses mengedit yang memang tidak mudah itu saya menjadi lebih puas dan percaya diri dengan tulisan yang saya kirimkan. Paling tidak, sebagai penulis saya ingin menunjukkan bahwa saya memang niat menulis dan tidak asal jadi. Lebih jauh lagi, saya kira kerjasama dengan pihak editor juga lebih nyaman dan menyenangkan. Kalaupun, ternyata masih ada saja yang salah maka itu tidak masalah yang penting tidak semuanya dan sudah ada niat baik dari kita. Percaya deh, proses editing juga menentukan kepuasan kita sendiri sebagai seorang penulis.


Mengingat pentingnya editing dalam proses penyelesaian sebuah karya, 2 pemateri tersebut memberikan dasar-dasar editing. Misalnya, mengenai pemakaian huruf besar, kata yang disambung, kata yang dipisah, tanda baca, dan lain sebagainya. Walaupun dasar, faktanya masih banyak penulis yang melakukan kesalahan. Tentu saja, sebagai penulis kita diharuskan memiliki ilmu yang cukup untuk urusan editing. Jika perlu, penulis memiliki buku khusus yang membahas tata bahasa seperti yang dimiliki Mbak Ivone saat memaparkan materinya tadi. Lagi-lagi memang soal editing, tapi karena memang itu sangat penting.


Berhubung pertemuan rutin Komunitas Malang Menulis kali ini bertepatan dengan peringatan Hari Ibu, maka ada acara tambahan yaitu parade pembacaan puisi bertema ibu. Ada yang membacakan karya puisi mereka sendiri, adapula yang membacakan puisi karya penulis lainnya. Kal ini, saya membacakan salah satu puisi karya penulis lain yang berjudul Ibunda Terbaik. Itulah sedikit keseruan dalam pertemuan rutin bulanan Komunitas Malang Menulis yang diakhiri sekitar pukul 13.30 WIB.


Semoga dengan materi ini, penulis khususnya yang sudah menjadi anggota komunitas ini bisa menulis lebih baik lagi. Setidaknya, tulisan yang dihasilkan menjadi lebih nyaman dan nikmat untuk dibaca baik untuk diri sendiri ataupun untuk pembaca. 

Selamat menulis dan mengedit.      

Jumat, 20 Desember 2013

Tertawa Bersama Kenangan

Pria jangkung itu berdiri di dekatku. Saat melihatnya lagi,aku sempat terhenyak dengan perubahannya. Berat tubuhnya bertambah dengan rambut bagian atas yang mulai menipis. Dari cara berpakaiannya, aku jadi ingat bapakku. Ia menggunakan kemeja batik hijau, celana kain hitam dan sepatu pantofel hitam. Maklumlah, ia kembali  dalam rangka acara seminar di salah satu universitas negeri di Malang, bukan untuk liburan. Hari ini, hari terakhir iaberada di Malang dan harus segera pulang karena jadwal pekerjaan sudah menantinya.

Ia adalah sahabatku semasa di perguruan tinggi dulu. Bisa dibilang, ia adalah salah satu dari 2 saksi hidup betapa rumitnya pikiranku kala itu. Aku sendiri tidak tahu, dulu aku sangat rumit. Masalah seperti selalu saja membelit.

Dan hari ini, akhirnya kami kembali bertemu setelah sekitar 5 tahun lamanya berpisah. Entahlah, aku tidak menghitung sudah berapa lama. Jumlah itulah yang ia katakana padaku. Ternyata sudah sangat lama tapi juga tidak terasa.
Kami ngobrol ngalor-ngidul, terutama soal kenangan masa kuliah dulu. Soal kabar dosen-dosen kami, gedung kuliah kami dan tentunya soal teman-teman kami satu angkatan. Ya, rupanya tidak hanya aku dan dia saja yang berubah, tapi nyaris semua sudah berubah.

Tentu saja, sebagai seorang yang tahu seluk beluk ku dulu,ia pasti mengenang masa-masa yang ku anggap agak suram itu. Panjang lebar juga kami bicara soal aku. Tapi kali ini bukan ratapan atau keluhan seperti dulu. Tapi,hampir semua itu seolah hanya sebuah candaan dan diikuti dengan tawa lepas. Aku sedang menertawakan kenanganku sendiri bersama pria yang sudah mulai kebapakkan ini.

Beberapa saat kami terdiam. Seolah kami tertegun dengan masa lalu yang sekarang nampak lucu itu. Kemudian ia nyeletuk.

“Biyen, lek dipikir-pikir koyok-koyok gak iso tenan Ndri. Tapi lek dijalani terus buktineyo iso.”
(“Dulu, kalau dipikir-pikir seperti mustahil, Ndri. Tapi, kalau dijalani terus buktinya bisa.”)

Kalimat ini membawaku pada senyum kecil seraya mengamininya. Ia memang tahu kalau aku seperti tak ingin melanjutkan semuanya. Sudah sangat tak nyaman lah alasanku. Seingatku, aku mulai begitu sejak semester 2 hingga akhirnya aku memilih sastra yang harus memisahkan kami pula dalam hal kelas dan materi karena ia lebih memilih linguistik.

Aku tak pernah menyesal masuk perguruan tinggi itu, program studi itu juga. Itu pilihanku yang kata orang adalah passion. Tapi passion tidak cukup karena kadang hal-hal diluar dugaan yang nyata-nyata hampir merobohkan niatku untuk lulus dari tempatku menimba ilmu itu. Untunglah, 2 sahabatku termasuk ia, sudah memberikan dorongan terus menerus hingga akhirnya kami selesai. Mungkin dulu mereka sudah bosan tapi untung mereka tidakmeninggalkan aku sendirian. Terima kasih....

Sayangnya, obrolan kami harus berakhir karena bus menuju Surabaya datang. Itu artinya, ia harus meneruskan kehidupannya, menjadi pengajar di suatu universitas di Purworejo. Dan aku pun begitu melanjutkan langkah dengan banyak kenangan yang sepertinya juga membuat aku seperti sekarang. Tak ada yang perlu disesali tapi direnungi kemudian diperbaiki.

 
Sampai jumpa lagi kawan dan semoga sukses untuk karirmu di sana.



Sehari bersama kenangan
27/11/2013


Tulisan ini sudah saya posting sebelumnya di note akun FB saya:
https://www.facebook.com/notes/andri-surya/tertawa-bersama-kenangan/10152002798989477

Di Tempat Ini,

Di tempat ini,
tempat dimana kocokan kartu beradu dengan cerita sendu masa lalu
Hanya seruputan kopi susu hangat menjadi sedikit pemanisnya
Mengubah yang sendu menjadi haru

Di tempat ini,
tempat dimana lantunan lagu saling bertumbukan
Memecah rasa yang tak karuan
Yang selalu saja membayang

Di tempat ini,
tempat dimana kisah-kisah klasik menjadi pelik
Membawa keruh dalam hati yang masih terus menderu

Di tempat ini,
tempat dimana ruh-ruh terus berjuang
memupuk harapan dalam pekat malam panjang


yang tiba-tiba datang pagi ini
18/11/2013



Puisi ini sebelumnya sudah saya posting di note akun FB saya:
https://www.facebook.com/notes/andri-surya/di-tempat-ini/10151975749419477