Minggu, 01 November 2015

Belajar Penerjemahan Indah di Seminar dan Semiloka Translation in the Global Era

Pemateri Hananto Sudharto dan Arif Subiyanto (doc. pribadi)

Tanggal 31 Oktober 2015 saya berkesempatan untuk mengikuti Seminar dan Semiloka “Translation in the Global Era”. Senang rasanya karena saya seperti nostalgia masa kuliah dulu terlebih acara ini digelar di Universitas Brawijaya dan oleh Fakultas Ilmu Bahasa (Prodi Sastra Inggris). 

Pemateri dari Seminar dan Semiloka ini terdiri dari 4 orang yaitu Hananto Sudharto, Arif Subiyanto, Anton Kurnia, dan John McGlynn. Semua pemateri tersebut sudah malang melintang di dunia penerjemahan. Contohnya saja, Pak John yang sudah menekuni bidang penerjemahan selama lebih dari 40 tahun dan telah membangun Yayasan Lontar hingga 28 tahun (fokus pada penerjemahan buku-buku klasik Indonesia). Berikut ini beberapa hal mengenai penerjemahan yang saya dapatkan setelah mengikuti Seminar dan Semiloka tersebut.

Proses penerjemahan tidak hanya proses alih bahasa saja
Jika dikatakan bahwa proses penerjemahan hanyalah proses alih bahasa dari bahasa sumber (bahasa asli) ke bahasa sasaran (bahasa lain), maka hal ini tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, menurut pemateri, seorang penerjemah juga harus memperhatikan berbagai hal dalam proses penerjemahan termasuk soal estetika kata. Hal ini berkaitan dengan tujuan proses penerjemahan itu sendiri, yaitu menyampaikan makna tulisan dalam bahasa yang berbeda walaupun tidak diterjemahkan kata per kata. Walaupun begitu, bukan berarti penerjemahan kata per kata salah karena ada penerjemah yang menggunakan metode setia.

Selain itu, sebagai penerjemah kita juga harus memperhatikan aspek budaya baik budaya dari bahasa sumber ataupun bahasa sasaran. Contoh sederhana, jika di Indonesia panggilan Pak, Bu, Om dan lain sebagainya sangat umum namun saat diterjemahkan ke bahasa asing (Inggris) maka panggilan tersebut dirasa tidak perlu karena negara tersebut tidak menggunakan hal itu.

Proses penerjemahan adalah proses pemilihan diksi yang sesuai
Semua pemateri sepakat bahwa proses penerjemahan juga harus memasukkan unsur keindahan dalam kalimat. Tujuannya tentu selain agar dimengerti oleh pembaca juga agar hasil terjemahan enak untuk dibaca. Contohnya, penerjemah harus memperhatikan kesamaan bunyi pada akhir kalimat, ideom, gaya penulisan, dan lain sebagainya. Dari pemateri, saya pun tahu bahwa satu penerjemah dengan penerjemah lain bisa memiliki hasil terjemahan yang berbeda tergantung dari metode yang mereka pilih dan tentu saja pengalaman belajar mereka. 

Kesulitan saat proses penerjemahan
Profesi penerjemah bukanlah profesi yang mudah. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi oleh seorang penerjemah. Salah satunya adalah mengenai kalimat bahasa sumber yang terkadang tidak jelas. Menurut pemateri, jika sampai itu terjadi maka kita haru melakukan 3 hal:

  • Kita tidak perlu menerjemahkan kalimat tersebut 
  •  Mengkonfirmasi kepada penulis (menanyakan maksud dari kalimat tersebut)
  • Diberi tanda dan memberikan keterangan
Tantangan lain seorang penerjemah adalah soal waktu atau deadline. Tidak jarang, para penerjemah dikejar waktu deadline yang mepet. Padahal, untuk menghasilkan terjemahan yang enak dibaca dan sesuai dengan makna bahasa sumber tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Pemateri mencontohkan saat mereka harus menerjemahkan novel dengan tenggat waktu 6 bulan atau menerjemahkan film untuk festival namun dalam waktu beberapa hari saja. 

Salah satu pemateri, Pak John mencontohkan bahwa ia pernah menerjemahkan satu novel sastra hingga 1 tahun lebih. Namun, ada pula yang ia memutuskan untuk tidak menerjemahkannya karena bahasa sumber yang multi tafsir. Tantangan dukungan finansial pun dirasa masih kurang karena itu profesi penerjemah khususnya penerjemah profesional masih tidak terlalu diminati. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya penerjemah profesional. 

Tips penerjemahan
Sekali lagi, proses penerjemahan adalah proses yang panjang dan tidak langsung jadi dalam satu hari. Sebagai seorang yang sudah berkecimpung di dunia penerjemahan selama lebih dari 40 tahun, Pak John memiliki beberapa tips:
  • Terjemahkan dahulu hingga selesai (sama dengan proses menulis). Hasilnya adalah draf pertama.
  • Beristirahat (endapkan hasil terjemahan tersebut)
  • Lakukan editing dengan melihat bahasa sumber  dan hasil terjemahan
  • Beristirahat
  • Editing akhir (tanpa melihat lagi bahasa sumber)
  • Serahkan pada klien

Saya setelah mengikuti Seminar dan Semiloka "Translation in the Global Era" (doc. pribadi)

Nah, itu tadi setidaknya beberapa hal yang bisa saya dapatkan saat mengikuti Seminar dan Semiloka “Translation in the Global Era”. Tentu masih banyak lagi penjelasan dari para pemateri. Saya pun pernah menerjemahkan dan saya rasa profesi ini memang seru dan menantang.

Bagi saya, setidaknya saat menerjemahkan kita belajar sesuatu yang baru, kita mau tidak mau harus membaca, menulis, dan membuat kalimat yang dipahami tanpa mengubah esensi atau makna dari bahasa sumber namun harus juga memperhatikan tenggat waktu yang sudah disepakati. Oh ya, bonus dari menghadiri acara ini, saya juga bertemu dengan beberapa dosen saya waktu kuliah dulu.

“Saya pun sampai saat ini masih terus belajar menerjemahkan.”  - John McGlynn -  

3 komentar:

  1. Inti nya tidak mengubah makna dari penulis nya yaaa

    BalasHapus
  2. Inti nya tidak mengubah makna dari penulis nya yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul, tapi juga harus enak dan dimengerti saat dibaca.

      Hapus