Kamis, 08 Oktober 2015

Tips Menulis Novel: Berdasarkan Proses Penulisan Novel Fabel Petualangan Leon



Cover Petulangan Leon (doc: pribadi)


Bulan Oktober 2015 ini adalah bulan yang membahagiakan bagi saya. Bagaimana tidak? Salah satu tulisan saya yang berbentuk novel akhirnya terbit juga. Novel tersebut berjudul “Petualangan Leon”. Novel ini saya terbitkan melalui nulisbuku.com. Novel ini adalah novel bergenre fabel. Nah, kali ini saya ingin membagikan sedikit tips menulis novel fabel berdasarkan apa yang saya lakukan saat menyelesaikan novel “Petualangan Leon”.

Soal Ide Mentah
“Ide itu bisa berasal dari mana saja.” Begitu kata penulis-penulis senior. Ya, itu benar sekali! Yang paling mudah tentu ide yang berasal dari diri sendiri. “Saya punya banyak ide tapi kok masih susah nulis?” Begitu kata penulis pemula. 

Begini! Ada ide yang masih mentah dan ide yang sudah mulai diolah. Contohnya, saya melihat kucing berkeliaran di sekitar tempat tinggal. Ada kucing yang mengais-ngais tong sampah dengan tampilan yang kotor, ada kucing yang meraung-raung karena tidak mau dimandikan, ada yang diam karena kedinginan, ada yang jalan santai, atau ada kucing yang lahap sekali makannya. Kejadian itu bisa menjadi ide tulisan yang hebat saat diolah nanti. Tapi, ide itu masih mentah. Saya bisa saja menuliskan:

Hari ini saya sedang jalan-jalan pagi. Saat melewati sebuah rumah, saya mendengar suara raungan. Saya penasaran dengan suara itu. Langsung saja saya dekati ternyata suara itu adalah suara kucing yang meraung-raung karena tidak mau dimandikan.

Tulisan di atas ini masih terkesan mentah. Tidak terlalu menarik, hanya semacam pengalaman saat melintas di jalan.

Lalu saya coba mengolahnya, seperti berikut:

“Gawat…gawat…saudara-saudara, orang itu akan datang lagi, aku akan diacak-acak olehnya, dan itu menyiksaku!” Spike merinding dan ketakutan (Petualangan Leon, hal 37).

Dari ide mentah tersebut saya mengolahnya menjadi kalimat pendek sebuah novel fabel. Tentu rasanya lebih menarik dan akhirnya bisa menjadi novel, bukan hanya sebaris atau dua baris kalimat saja. Lalu, saya harus bagaimana dengan ide mentah? Tidak perlu marah kalau kita masih memiliki banyak sekali ide mentah. Simpan saja semua kalau perlu catat. Bawa note atau catatan saat kemanapun dan catat kejadian-kejadian menarik hari itu. Siapa tahu nanti kita bisa mengolahnya menjadi tulisan yang keren dan siap dikirim ke penerbit atau media cetak. 

Soal Mengolah Ide
Lalu, bagaimana mengolah ide menjadi sebuah tulisan? Tentu saja kita harus selalu mencoba hingga menemukan formula yang pas. Anggap saja kita adalah seorang koki. Ide mentah adalah bahan-bahan memasak kita. Setelah itu, kita harus menentukan apakah akan kita goreng, rebus, dihaluskan, dicampur dengan apa, dan lain-lain hingga menjadi sebuah sajian yang menggugah selera.

Mengolah ide bisa dilatih dengan cara banyak menulis dan membaca. Dengan berlatih menulis dan membaca, tentu kita akan mengetahui banyak variasi tulisan termasuk menentukan tulisan mana yang kita anggap bagus. Jika sudah menemukan tulisan yang bagus, kita bisa mulai mencoba menirunya tentu dengan versi cerita kita sendiri berdasarkan ide mentah tersebut.

Selain latihan membaca dan menulis, kita juga harus melatih kepekaan. Saya tidak akan bisa menuliskan satu kalimat novel fabel saya di atas jika saat jalan-jalan tidak memperhatikan betapa tersiksanya kucing yang dimandikan, betul?

Selain itu, saya juga sering melihat film animasi. Bagi saya film animasi memiliki cerita yang menarik dan juga syarat pesan moral. Nah, jika sudah, olah semua bahan tersebut menjadi sajian sebuah tulisan yang lebih menarik untuk dinikmati pembaca kita.

Soal Editing
Oke, ide mentah sudah diolah menjadi tulisan dan berhasil diselesaikan, lalu apa? Bersyukurlah terlebih dahulu karena tulisan sudah selesai. Kemudian, rehat sejenak. kita bisa jalan-jalan, makan, atau melakukan apapun yang kita sukai. Biarkan tulisan tadi mengendap.

Setelah cukup istirahat, sekarang saatnya melihat kembali tulisan kita. Ibarat sebuah masakan yang baru matang, kita sebagai pemasak harus mencicipi terlebih dahulu sebelum memberikan kepada orang lain. Kita harus mencari tahu kekurangan masakan kita tersebut. Sama halnya dengan menulis, editing adalah cara kita untuk mengetahui apa saja yang masih kurang dalam draf naskah kita itu.

Langkah pertama tentu saja self edit atau mengeditnya sendiri. “Ah, pusing kalau ngedit sendiri, kan nanti ada editor.” Kalau kita masih mengatakan itu, maka ada 2 kemungkinan:

  • Tulisan kita adalah bukan kita banget
  • Kita masih lelah


Berdasarkan pengalaman saya, self edit terasa menyenangkan kalau genre tulisan itu adalah genre yang kita sukai sekali. Bedakan jika kita menulis genre yang tidak kita sukai, pasti proses self edit akan terasa menyiksa. Kita pasti merasa sayang kalau sampai tulisan yang kita buat ini terasa jelek. Kita pasti ingin menampilkannya dalam bentuk yang paling baik apalagi kalau kita punya cita-cita menerbitkannya. Pasti! Kita tidak ingin pembaca kita merasa kecewa, bukan? Apalagi mereka sudah rela mengeluarkan uang untuk membeli buku kita itu. 

Selain itu masih berdasarkan pengalaman, saya merasa malas self edit saat lelah sekali. Caranya tentu saja saya akan istirahat dan meninggalkan tulisan saya sejenak hingga rasa kangen muncul kemudian mengedit kembali. 

Langkah kedua adalah dengan meminta tolong kepada orang lain untuk membaca dan mengeditnya. Ya lagi-lagi ibarat masakan yang sudah kita cicipi. Kita yakin itu sudah enak, tapi belum tentu orang lain. Nah, berikan masakan tersebut kepada orang lain dan biarkan mereka menilainya. Usahakan mencari teman yang bisa memberikan masukkan berharga untuk perbaikan tulisan kita. Caranya cobalah bergabung dengan mereka yang suka menulis. Biarkan mereka memberikan masukkan walaupun kadang agak sedikit menyakitkan dan seperti membuat kita ingin berhenti menulis.

Bisa juga kita berikan tulisan kita kepada mereka yang hobi membaca namun tidak suka menulis. Pilih dan pilah masukan mereka dan terapkan pada tulisan kita sekiranya berguna. Bergabung dengan komunitas penulis menjadi cara asyik untuk mendapatkan masukan.

Soal menerbitkan atau mempublikasikan
Soal ini saya memang belum terlalu banyak pengalaman. Yang saya lakukan tentu menulis sesuai dengan tips di atas kemudian mencoba mengirimkannya ke penerbit mayor atau media saat yakin tulisan saya sudah oke. Hal ini pun saya lakukan saat memutuskan untuk menerbitkan “Petualangan Leon” melalui nulisbuku.com.

Selain itu, saya juga menunjukkan karya-karya saya melalui komunitas yang saya ikuti dan teman-teman saya. Setidaknya mereka tahu seperti apa tulisan-tulisan saya. Jika belum berani gunakan blog atau media sosial untuk mempublikasikan. Saya memulai dengan blog. Setidaknya, dengan mempublikasikan kita melatih keberanian secara perlahan. Senang saja rasanya melihat tulisan terposting di blog walau blog pribadi. Setelah itu, belajar terus dan biarkan tulisan kita ditemukan oleh mereka yang menyukainya. Ya, begitulah menurut saya.

Soal setelah diterbitkan atau dipublikasikan
Tentu kita harus kembali bersyukur karena itu artinya kita sudah berkembang. Bayangkan! Kita memulainya dari ide mentah hingga akhirnya berhasil dipublikasikan! Beri kesempatan diri kita untuk beristirahat.
Jika memang ingin dibaca lebih banyak orang tentu kita harus menunjukkannya apalagi jika buku sudah diterbitkan secara mayor, tentu ada target dan lain sebagainya. 

Jika masih taraf mempublikasikan melalui blog, setidaknya kita bisa membagikannya melalui akun media sosial kita. Tidak perlu sedih atau berhenti menulis jika belum ada yang tertarik membaca. Terus saja menulis, suatu saat nanti pasti ada yang membaca bahkan memberikan apresiasinya!

Jadi, itulah tips dari saya berdasarkan proses penyelesaian tulisan-tulisan saya selama ini termasuk Novel Fabel Petualangan Leon. Gambar cover novel tersebut ada di sisi kanan blog ini. Klik saja gambarnya dan baca sample-nya siapa tahu tertarik untuk memesannya. Semoga dari satu karya ini, bisa lahir karya-karya lainnya. 

Tak lupa ucapan terima kasih kepada semua pihak yang membantu saya hingga Petualangan Leon terlahir.

Selamat menulis dan terus menulis!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar