Jumat, 20 Desember 2013

Tertawa Bersama Kenangan

Pria jangkung itu berdiri di dekatku. Saat melihatnya lagi,aku sempat terhenyak dengan perubahannya. Berat tubuhnya bertambah dengan rambut bagian atas yang mulai menipis. Dari cara berpakaiannya, aku jadi ingat bapakku. Ia menggunakan kemeja batik hijau, celana kain hitam dan sepatu pantofel hitam. Maklumlah, ia kembali  dalam rangka acara seminar di salah satu universitas negeri di Malang, bukan untuk liburan. Hari ini, hari terakhir iaberada di Malang dan harus segera pulang karena jadwal pekerjaan sudah menantinya.

Ia adalah sahabatku semasa di perguruan tinggi dulu. Bisa dibilang, ia adalah salah satu dari 2 saksi hidup betapa rumitnya pikiranku kala itu. Aku sendiri tidak tahu, dulu aku sangat rumit. Masalah seperti selalu saja membelit.

Dan hari ini, akhirnya kami kembali bertemu setelah sekitar 5 tahun lamanya berpisah. Entahlah, aku tidak menghitung sudah berapa lama. Jumlah itulah yang ia katakana padaku. Ternyata sudah sangat lama tapi juga tidak terasa.
Kami ngobrol ngalor-ngidul, terutama soal kenangan masa kuliah dulu. Soal kabar dosen-dosen kami, gedung kuliah kami dan tentunya soal teman-teman kami satu angkatan. Ya, rupanya tidak hanya aku dan dia saja yang berubah, tapi nyaris semua sudah berubah.

Tentu saja, sebagai seorang yang tahu seluk beluk ku dulu,ia pasti mengenang masa-masa yang ku anggap agak suram itu. Panjang lebar juga kami bicara soal aku. Tapi kali ini bukan ratapan atau keluhan seperti dulu. Tapi,hampir semua itu seolah hanya sebuah candaan dan diikuti dengan tawa lepas. Aku sedang menertawakan kenanganku sendiri bersama pria yang sudah mulai kebapakkan ini.

Beberapa saat kami terdiam. Seolah kami tertegun dengan masa lalu yang sekarang nampak lucu itu. Kemudian ia nyeletuk.

“Biyen, lek dipikir-pikir koyok-koyok gak iso tenan Ndri. Tapi lek dijalani terus buktineyo iso.”
(“Dulu, kalau dipikir-pikir seperti mustahil, Ndri. Tapi, kalau dijalani terus buktinya bisa.”)

Kalimat ini membawaku pada senyum kecil seraya mengamininya. Ia memang tahu kalau aku seperti tak ingin melanjutkan semuanya. Sudah sangat tak nyaman lah alasanku. Seingatku, aku mulai begitu sejak semester 2 hingga akhirnya aku memilih sastra yang harus memisahkan kami pula dalam hal kelas dan materi karena ia lebih memilih linguistik.

Aku tak pernah menyesal masuk perguruan tinggi itu, program studi itu juga. Itu pilihanku yang kata orang adalah passion. Tapi passion tidak cukup karena kadang hal-hal diluar dugaan yang nyata-nyata hampir merobohkan niatku untuk lulus dari tempatku menimba ilmu itu. Untunglah, 2 sahabatku termasuk ia, sudah memberikan dorongan terus menerus hingga akhirnya kami selesai. Mungkin dulu mereka sudah bosan tapi untung mereka tidakmeninggalkan aku sendirian. Terima kasih....

Sayangnya, obrolan kami harus berakhir karena bus menuju Surabaya datang. Itu artinya, ia harus meneruskan kehidupannya, menjadi pengajar di suatu universitas di Purworejo. Dan aku pun begitu melanjutkan langkah dengan banyak kenangan yang sepertinya juga membuat aku seperti sekarang. Tak ada yang perlu disesali tapi direnungi kemudian diperbaiki.

 
Sampai jumpa lagi kawan dan semoga sukses untuk karirmu di sana.



Sehari bersama kenangan
27/11/2013


Tulisan ini sudah saya posting sebelumnya di note akun FB saya:
https://www.facebook.com/notes/andri-surya/tertawa-bersama-kenangan/10152002798989477

Tidak ada komentar:

Posting Komentar