Kamis, 30 Januari 2014

Ini Bekal dari Kami untuk Kau, Ananda





Judul buku: Ajarkan Aku Cinta
Penulis: Abyz Wigati
Penerbit: LKH Production
Tahun terbit: 2012
Tebal buku: 205 halaman 

Di sela-sela misi penyelesaian menu yang ada di Buku Antologi “Bakso” Arema dari Malang Menulis yang launching tanggal 26 Januari 2014 lalu, saya mencoba melirik 2 buku lain. Salah satu yang menarik tentu saja buku dari founder Malang Menulis Mbak Abyz Wigati. Pasalnya, saya juga ikut bergabung dengan Malang Menulis dan ada keinginan untuk membaca karya-karya beliau. Buku ini juga terasa spesial karena merupakan bingkisan dari awarding Malang Menulis dimana cerpen “Pemuda dan Daun Gugur” terpilih menjadi cerpen terbaik versi Malang Menulis.

Awalnya, saya kira bingkisan ini tertukar sama seperti sertifikat saya yang tertukar dengan Mbak Yuyun, Koordinator Malang Menulis terdahulu. “wah ketuker juga nih.” batin saya karena tema bukunya pengalaman pengasuhan anak. Saya berpikir,  saya belum punya anak pun saya tidak akan menjadi ibu. Tapi setelah saya rasakan lagi saya jadi berpikir oke coba saya baca dulu saja, siapa tahu bisa jadi bekal kalau punya anak nanti dan bisa juga saya serahkan ke istri saya untuk tambahan ilmu pengasuhan anak. Karena ilmu tak lengkang waktu, jadi tak ada salahnya mengulas buku ini walaupun buku lama. Lagipula, saya baru berkesempatan membaca sekarang.

Memandangi desain cover buku yang berjudul “Ajarkan Aku Cinta” ini, saya teringat pelajaran menggambar waktu SD, sangat sederhana dan khas anak-anak. Lalu, saya mulai membaca satu demi satu cerita yang disajikan didalamnya. Setelah melewati beberapa “kasus” dalam bukunya saya berguman ibu-ibu banget (khususnya ibu rumah tangga). Mengapa saya berguman seperti itu? karena ibu saya pun seorang ibu rumah tangga. 

Format penulisan yang berbentuk diary membuat cerita-cerita di dalamnya ringan untuk dibaca namun berbobot dalam esensinya. Beberapa “kasus” pun (walaupun tidak sama persis) mengingatkan saya pada masa kanak-kanak saya. Contohnya, pada “kasus” eyang dan cucu-cucunya, mengapa harus upacara bendera dan kemah pertama, mengasyikan?

Salah satu kasus yang menarik perhatian saya adalah cerita Ummi kok nggak sholat?. Saat itu salah satu putra Mbak Abyz menanyakan mengenai datang bulan. Saya sangat penasaran dengan jawaban para ibu saat pertanyaan itu terlontar dari putra-putri mereka khususnya yang masih di bawah umur.  Karena saya waktu kecil tidak sekritis itu. Seingat saya, akhirnya saya tahu apa itu datang bulan pada saat pelajaran di sekolah. Tapi karena anak-anak sekarang memang cenderung kritis maka jawaban yang dilontarkan oleh Mbak Abyz untuk menyelesaikan kasus ini mungkin memang tepat.    

Paling penting menurut saya, buku ini semacam penjabaran mengenai bekal orang tua yang seharusnya diberikan kepada putra-putri. Secara tak langsung, Mbak Abyz dan suami ingin menularkan apa yang menjadi keyakinan mereka pada ketiga putra da putrinya hanya saja tidak dengan cara memaksa atau cara yang tidak mengenakkan. 

Bekal itu mungkin tidak terasa bagi putra-putrinya tapi saya yakin kelak mereka akan merasakan bahwa bekal itu sangat berguna untuk mengarungi samudra luas kehidupan. Seperti yang saya utarakan di awal tadi, ibu saya juga seorang ibu rumah tangga dan fokus membesarkan kami berempat. Setidaknya sangat terasa sekali bekal yang kami peroleh dan rasakan hingga kami dewasa. Kami pun bisa lebih enak saat bercerita apa saja kepada ibu. Bahkan, bapak saya tahu ada yang tidak beres kalau kami justru pulang-pulang diam dan tidak bergurau dengan ibu.  

Jadi, saya tutup buku tersebut dengan kesimpulan bawah buku yang datang ke saya ini tidak tertukar. Sama seperti quote yang saya dapatkan beberapa hari yang lalu “We don’t meet people (or books) by accident. They are meant to cross our path for a reason." So, Insyaallah saya simpan buku tersebut dengan baik agar kelak bisa dibaca istri saya sebagai tambahan khasanah ilmunya sebagai seorang ibu.

Selasa, 28 Januari 2014

Aku Percaya Tanganmu Tak Membahayakan Aku


image: gstatic.com

Tayang Indonesia: November 2013
Rilis Bioskop: 27 November 2013
Genre: Animation 3D Family Fairy Tale
Director: Chris Buck, Jennifer Lee
Writer: Jennifer Lee
Production: Walt Disney Pictures
Official from: disney.com
Official site: Disney.com/Frozen
Starring:
- Kristen Bell -as- Anna (voice)
- Idina Menzel -as- Elsa the Snow Queen (voice)
- Josh Gad -as- Olaf (voice)
- Jonathan Groff -as- Kristoff (voice)
- Santino Fontana -as- Hans (voice)
- Alan Tudyk -as- Duke of Weselton (voice)


Bagaimana jika kamu memiliki kekuatan yang justru membahayakan saudaramu? Jawaban pertanyaan ini salah satunya bisa dilihat di film animasi berjudul Frozen. Film ini bercerita mengenai 2 perempuan kakak beradik yaitu Anna yang diisi suaranya oleh Kristen Bell dan Elsa yang didubbing oleh Idina Menzel. Mereka berdua sangat akrab sejak kecil. Salah satu yang membedakan mereka berdua adalah Elsa yang memiliki kekuatan bisa ‘memainkan’ es. 

Kesalahan fatal dilakukan oleh Elsa saat bermain dengan Anna. Kesalahan itu berujung dijauhkannya Elsa dari Anna hingga beranjak dewasa. Suatu hari istana mengadakan open house dimana akhirnya Elsa dan Anna bertemu lagi dalam sebuah perjamuan. Sayangnya, kembali ada kejadian yang berhubungan dengan kekuatan Elsa yang membuat perjamuan tersebut berantakan.
Akhirnya Elsa memilih keluar dari istana dan menjadi Snow Queen dengan membuat kerajaannya sendiri. 

Rupanya, hal ini justru membuat istana dan sekitarnya mengalami musim salju yang berkepanjangan. Jadilah, Anna memiliki misi untuk mencari kakaknya sekaligus mengembalikan istana menjadi normal kembali. 

image: wikimedia.org


Cerita di film animasi ini diberi bumbu lain seperti kehadiran pangeran, pemuda penjual balok es, dan Olaf karakter manusia salju yang hidup karena kekuatan Elsa. Mungkin pada awalnya akan terlihat seperti kisah-kisah yang sudah ada tapi ternyata banyak kejutan, apalagi dengan gambar cover yang seperti di atas yang bisa terbayang ceritanya akan seperti apa.

Terlepas dari saya yang hanya penikmat film animasi dan tidak paham grafis, gambar film ini sangat bagus khususnya pada gerakan bibir yang hampir mirip dengan ucapan pengisi suaranya. gerakan air saat salah satu pangeran tercebur ke air juga halus seperti gerakan air sungguhan. 

Soundtrack film ini juga keren, beberapa lagu dimasukkan dalam film ini hingga terlihat seperti film animasi musikal (sama dengan Tangled). Lagu saat Anna saat membujuk Elsa keluar kamar dan bermain bersama serta lagu saat Elsa keluar istana dan membangun istana esnya sendiri adalah 2 lagu yang saya suka dalam film animasi ini.

Pesan yang saya dapat setelah menikmati film animasi ini, bahwa kasih sayang dalam hal ini persaudaraan akan mengalahkan segala hambatan termasuk kekuatan Elsa yang membahayakan bahkan musuh dalam selimut. Rasa percaya yang tinggi juga menentukan keberhasilan dalam menyelesaikan masalah. seperti Anna yang sangat yakin bahwa kakaknya, Elsa tidaklah jahat dan tidak menyakitinya sama sekali. 
 

Kamis, 02 Januari 2014

Ketika Tanganmu Menjadi Penyelamat


image: asianwiki.com



Judul Film                  : The Gifted Hands (Psychometry)
Rilis                             : 7 Maret 2013
Genre                          : Misteri / Thriller / Supernatural
Director                      : Kwon Ho-Young
Writer                         : Lee Young-Jong, Han Jun-Hee
Producer                    : Kim Bong-Seo, Suk Dong-Joon, Park Jae-Yong
Cinematographer      : Kwon Hyuk-Joon, Yoo Young-Jong
Runtime                     : 108 min.  
Distributor                 : CJ Entertainment
Bahasa                        : Korea  
Negara                        : South Korea
Pemain                       : Kim Kang-Woo (Yang Choon-Dong), Kim Beom (Kim Joon),
                                       Lee Joon-Hyuk (Yang Soo), Esom (Kim Seung-Ki), Kim Yoo-Bin (Da- Hee)

Di tahun 2014, saya awali dengan melihat sebuah film berjudul The Gifted Hands. Perlu saya jelaskan bahwa film ini adalah film Korea bergenre supernatural karena ternyata saat saya Googling yang keluar justru informasi lain tapi dengan judul yang sama. Saat mengetik di kolom search, saya harus menambahkan kata Korean agar informasi tentang film ini muncul. Saya menonton film ini di salah satu stasiun televisi yang menayangkan K-Cinema.

The Gifted Hands menceritakan 2 karakter utama yaitu Yang Choon-Dong yang diperankan oleh Kim Kang-Woo yang seorang detektif dan Kim Joon yang diperankan oleh Kim Beom, seorang penyendiri yang memiliki kemampuan pyschometry dan pandai menggambar graffiti.  Keduanya memiliki masalah yang hampir sama yaitu tidak terlalu dipercaya dan masa lalu yang buruk. Yan Choon-Dong dianggap sebagai detektif yang gagal dalam pekerjaan karena kasus yang ditanganinya tidak berakhir dengan baik. Sementara itu, Kim Joon dianggap aneh karena memiliki kekuatan tersebut sehingga ia mengasingkan diri dari pergaulan.

Awalnya, mereka berdua bertemu secara tidak sengaja saat si detektif ingin buang air kecil di sebuah gang sempit. Di tempat itu juga, Kim Joon baru saja selesai menggambar graffiti. Karena graffiti tersebut dianggap menggangu dan penampilan pemuda itu nampak mencurigakan, si detektif mencoba menangkapnya namun gagal.

Keseruan cerita ini dimulai saat, si detektif kembali ke kantor dan mendapat laporan anak hilang dari seorang ibu. Sayangnya, karena belum 24 jam maka anak tersebut belum dianggap hilang. Beberapa waktu kemudian, anak tersebut justru ditemukan tewas dengan keadaan dibekukan dan dimasukkan dalam sebuah plastik. Menariknya, rupanya graffiti yang digambar oleh pemuda itu sama persis dengan tempat kejadian perkara. Dari fakta ini, Yang Choon-Dong tidak hanya mencoba menyelidiki siapa pembunuh anak-anak tersebut tetapi juga identitas pemuda tersebut. Fakta demi fakta terkuak termasuk masa lalu keduanya.

image: koreanfilm.ro.kr

Pesan moral yang bisa saya ambil dari film ini adalah soal persahabatan dan kepercayaan. Selama ini, Kim Joon tidak memiliki orang yang dia percaya apalagi dengan kemampuan yang ia miliki, ia dianggap aneh dan dengan hadirnya Yang Choon-Dong yang di tengah-tengah cerita mengaku sebagai kakaknya, ia merasa senang. Kepercayaan ini hampir luntur karena sang detektif melanggar janjinya. 

Dari sisi ini, saya seperti merasakan kemarahan dan kesedihan yang dirasakan oleh karakter pemuda tersebut karena si detektif tidak bisa dipercaya, apalagi saat kita sudah benar-benar percaya orang tersebut. Saya sendiri termasuk orang yang sangat menghargai hubungan termasuk persahabatan bahkan mungkin terkadang terlalu menghargai.

Hal lain yang bisa saya ambil dari cerita film ini adalah soal menyikapi masa lalu yang buruk. Kedua karakter tersebut memiliki kenangan buruk yang sama yaitu merasa sebagai penyebab kematian orang yang mereka cintai. 

Si detektif merasa bersalah karena sewaktu kecil tidak mengijinkan adiknya ikut bermain sehingga tewas dalam sebuah pembunuhan. Sedangkan si pemuda merasa bersalah karena menjadi penyebab ibunya tewas dalam sebuah kecelakaan setelah mereka terlibat pertengkaran kecil. Namun, sikap keduanya bertolak belakang. Setelah kejadian itu, Yang Choon-Dong  justru bercita-cita menjadi seorang detektif salah satu tujuannya adalah melindung anak-anak. Sebaliknya, setelah tewasnya sang ibu, Kim Joon jadi semakin pendiam dan menyediri. 

Dari sini, saya merasa bahwa setiap dari kita memiliki kenangan masa lalu yang buruk. Tapi sebaiknya, kenangan itu tidak usah berlarut-larut disesali. Lakukan sesuatu untuk menebusnya agar lebih baik di masa depan.

Bagi saya, film korea “The Gifted Hands” sangat layak untuk ditonton. Selain dari segi cerita yang apik dan memikat, para pemain juga sangat pas dalam memainkan perannya, khususnya 2 karakter utama tersebut. saya juga cenderung menyukai film-film dengan tema hubungan personal yang dalam seperti ini. Lebih menarik lagi dengan tambahan karakter yang tidak biasa (karakter berkemampuan psychometry) dan cerita yang berbeda (thriller).

Minggu, 22 Desember 2013

Lagi-Lagi Soal Editing

Kalau membaca kata “lagi-lagi” dalam judul yang saya tulis di atas, sepertinya saya sedang sebal, ya? Tapi saya tidak sedang sebal sama sekali. “Lagi-lagi” di judul yang saya tulis itu membuktikan bahwa proses editing itu sangat penting dalam penyelesaian sebuah tulisan. Untuk membuktikan, coba teman-teman tulis 1 paragraf saja tanpa proses edit.  Kemudian, baca tulisan tersebut. Walaupun tidak menekuni dunia tulis menulis pasti kita akan merasa bahwa tulisan itu jelek atau tidak enak dibaca. Sekarang, edit bagian-bagian yang salah lalu baca ulang tulisan tersebut. Kesannya pasti beda. Setidaknya, kita akan berkata bahwa tulisan tersebut lumayan dan lebih enak untuk dinikmati walaupun masih untuk diri sendiri. 

Hal penting inilah yang menjadi diskusi pada pertemuan Komunitas Malang Menulis hari ini (22 Desember 2013). Pada pertemuan kali ini, Komunitas Malang Menulis menghadirkan 2 pemateri. Pemateri tersebut adalah Mbak Ivone dan Mbak AnnisaAE yang juga merupakan anggota komunitas ini. Selain aktif di komunitas penulis Malang ini, mereka berdua merupakan editor sekaligus owner self publishing yang mereka dirikan. Mbak Ivone merupakan editor dari Mozaik Indie Publisher sedangkan Mbak AnnisaAE merupakan editor dari AE Publishing.


Sebelum memulai materi, mereka berdua menekankan pentingnya proses editing setelah karya selesai ditulis. Ada baiknya, penulis melakukan self editing setelah naskah yang mereka tulis selesai. Setelah berkecimpung di dunia menulis akhirnya saya pun menyadari pentingnya editing. Setidaknya gambarannya sama dengan yang saya tuliskan di atas. Intinya, proses editing yang rumit dan melelahkan itu tidak melulu tugas editor. Tidak ada salahnya meringankan beban editor sekaligus meningkatkan skill menulis kita sendiri. 


Kalau berdasarkan pengalaman pribadi, setelah proses mengedit yang memang tidak mudah itu saya menjadi lebih puas dan percaya diri dengan tulisan yang saya kirimkan. Paling tidak, sebagai penulis saya ingin menunjukkan bahwa saya memang niat menulis dan tidak asal jadi. Lebih jauh lagi, saya kira kerjasama dengan pihak editor juga lebih nyaman dan menyenangkan. Kalaupun, ternyata masih ada saja yang salah maka itu tidak masalah yang penting tidak semuanya dan sudah ada niat baik dari kita. Percaya deh, proses editing juga menentukan kepuasan kita sendiri sebagai seorang penulis.


Mengingat pentingnya editing dalam proses penyelesaian sebuah karya, 2 pemateri tersebut memberikan dasar-dasar editing. Misalnya, mengenai pemakaian huruf besar, kata yang disambung, kata yang dipisah, tanda baca, dan lain sebagainya. Walaupun dasar, faktanya masih banyak penulis yang melakukan kesalahan. Tentu saja, sebagai penulis kita diharuskan memiliki ilmu yang cukup untuk urusan editing. Jika perlu, penulis memiliki buku khusus yang membahas tata bahasa seperti yang dimiliki Mbak Ivone saat memaparkan materinya tadi. Lagi-lagi memang soal editing, tapi karena memang itu sangat penting.


Berhubung pertemuan rutin Komunitas Malang Menulis kali ini bertepatan dengan peringatan Hari Ibu, maka ada acara tambahan yaitu parade pembacaan puisi bertema ibu. Ada yang membacakan karya puisi mereka sendiri, adapula yang membacakan puisi karya penulis lainnya. Kal ini, saya membacakan salah satu puisi karya penulis lain yang berjudul Ibunda Terbaik. Itulah sedikit keseruan dalam pertemuan rutin bulanan Komunitas Malang Menulis yang diakhiri sekitar pukul 13.30 WIB.


Semoga dengan materi ini, penulis khususnya yang sudah menjadi anggota komunitas ini bisa menulis lebih baik lagi. Setidaknya, tulisan yang dihasilkan menjadi lebih nyaman dan nikmat untuk dibaca baik untuk diri sendiri ataupun untuk pembaca. 

Selamat menulis dan mengedit.      

Jumat, 20 Desember 2013

Tertawa Bersama Kenangan

Pria jangkung itu berdiri di dekatku. Saat melihatnya lagi,aku sempat terhenyak dengan perubahannya. Berat tubuhnya bertambah dengan rambut bagian atas yang mulai menipis. Dari cara berpakaiannya, aku jadi ingat bapakku. Ia menggunakan kemeja batik hijau, celana kain hitam dan sepatu pantofel hitam. Maklumlah, ia kembali  dalam rangka acara seminar di salah satu universitas negeri di Malang, bukan untuk liburan. Hari ini, hari terakhir iaberada di Malang dan harus segera pulang karena jadwal pekerjaan sudah menantinya.

Ia adalah sahabatku semasa di perguruan tinggi dulu. Bisa dibilang, ia adalah salah satu dari 2 saksi hidup betapa rumitnya pikiranku kala itu. Aku sendiri tidak tahu, dulu aku sangat rumit. Masalah seperti selalu saja membelit.

Dan hari ini, akhirnya kami kembali bertemu setelah sekitar 5 tahun lamanya berpisah. Entahlah, aku tidak menghitung sudah berapa lama. Jumlah itulah yang ia katakana padaku. Ternyata sudah sangat lama tapi juga tidak terasa.
Kami ngobrol ngalor-ngidul, terutama soal kenangan masa kuliah dulu. Soal kabar dosen-dosen kami, gedung kuliah kami dan tentunya soal teman-teman kami satu angkatan. Ya, rupanya tidak hanya aku dan dia saja yang berubah, tapi nyaris semua sudah berubah.

Tentu saja, sebagai seorang yang tahu seluk beluk ku dulu,ia pasti mengenang masa-masa yang ku anggap agak suram itu. Panjang lebar juga kami bicara soal aku. Tapi kali ini bukan ratapan atau keluhan seperti dulu. Tapi,hampir semua itu seolah hanya sebuah candaan dan diikuti dengan tawa lepas. Aku sedang menertawakan kenanganku sendiri bersama pria yang sudah mulai kebapakkan ini.

Beberapa saat kami terdiam. Seolah kami tertegun dengan masa lalu yang sekarang nampak lucu itu. Kemudian ia nyeletuk.

“Biyen, lek dipikir-pikir koyok-koyok gak iso tenan Ndri. Tapi lek dijalani terus buktineyo iso.”
(“Dulu, kalau dipikir-pikir seperti mustahil, Ndri. Tapi, kalau dijalani terus buktinya bisa.”)

Kalimat ini membawaku pada senyum kecil seraya mengamininya. Ia memang tahu kalau aku seperti tak ingin melanjutkan semuanya. Sudah sangat tak nyaman lah alasanku. Seingatku, aku mulai begitu sejak semester 2 hingga akhirnya aku memilih sastra yang harus memisahkan kami pula dalam hal kelas dan materi karena ia lebih memilih linguistik.

Aku tak pernah menyesal masuk perguruan tinggi itu, program studi itu juga. Itu pilihanku yang kata orang adalah passion. Tapi passion tidak cukup karena kadang hal-hal diluar dugaan yang nyata-nyata hampir merobohkan niatku untuk lulus dari tempatku menimba ilmu itu. Untunglah, 2 sahabatku termasuk ia, sudah memberikan dorongan terus menerus hingga akhirnya kami selesai. Mungkin dulu mereka sudah bosan tapi untung mereka tidakmeninggalkan aku sendirian. Terima kasih....

Sayangnya, obrolan kami harus berakhir karena bus menuju Surabaya datang. Itu artinya, ia harus meneruskan kehidupannya, menjadi pengajar di suatu universitas di Purworejo. Dan aku pun begitu melanjutkan langkah dengan banyak kenangan yang sepertinya juga membuat aku seperti sekarang. Tak ada yang perlu disesali tapi direnungi kemudian diperbaiki.

 
Sampai jumpa lagi kawan dan semoga sukses untuk karirmu di sana.



Sehari bersama kenangan
27/11/2013


Tulisan ini sudah saya posting sebelumnya di note akun FB saya:
https://www.facebook.com/notes/andri-surya/tertawa-bersama-kenangan/10152002798989477

Di Tempat Ini,

Di tempat ini,
tempat dimana kocokan kartu beradu dengan cerita sendu masa lalu
Hanya seruputan kopi susu hangat menjadi sedikit pemanisnya
Mengubah yang sendu menjadi haru

Di tempat ini,
tempat dimana lantunan lagu saling bertumbukan
Memecah rasa yang tak karuan
Yang selalu saja membayang

Di tempat ini,
tempat dimana kisah-kisah klasik menjadi pelik
Membawa keruh dalam hati yang masih terus menderu

Di tempat ini,
tempat dimana ruh-ruh terus berjuang
memupuk harapan dalam pekat malam panjang


yang tiba-tiba datang pagi ini
18/11/2013



Puisi ini sebelumnya sudah saya posting di note akun FB saya:
https://www.facebook.com/notes/andri-surya/di-tempat-ini/10151975749419477