Kamis, 30 Mei 2013

Sensasi Pelabuhan Pasuruan


Hari Minggu (26/5/13) saya sedikit merasakan sensasi liburan yang berbeda. Mengapa berbeda? karena seingat saya ini pertama kalinya saya berkunjung ke sebuah pelabuhan.  Sebenarnya ini tidak sepenuhnya perjalanan liburan tapi lebih pada perjalanan “sekalian”, sekalian ada acara sekalian mampir hehe. 

Jadi ceritanya, saya terdampar di pelabuhan ini adalah karena ada acara keluarga di daerah Pasuruan. Berhubung adik saya butuh ikan pari buat proyek Tugas Akhirnya akhirnya kita tanya-tanya tempat dimana bisa mendapatkan ikan ini di Pasuruan. Salah satu saudara bilang kalau cari ikan ya ke pelabuhan. Jadilah kita ke pelabuhan ini, Pelabuhan Pasuruan. 

Saya jadi teringat saat ada kerjaan soal menulis tempat liburan di beberapa negara yang menawarkan pelabuhan mereka sebagai salah satu tempat wisata yang asyik untuk dikunjungi. Lalu bagaimana dengan Pelabuhan Pasuruan? Saya cerita sedikit pengalaman di sana. 

Sebelum memasuki area pelabuhan, saya melewati gapura selamat datang bertuliskan “Pelabuhan Pasuruan”. Setelah memasuki gapura selamat datang, saya melihat 2 jalan kembar yang panjang. Kita tidak perlu merogoh kocek karena tidak ada tiket masuk layaknya tempat wisata hehe. Di tengah jalan tersebut adalah tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan. sedangkan di sisi kiri dan kanan jalan adalah rumah penduduk sekaligus tempat menjajakan ikan hasil tangkapan. 

Saya ke pelabuhan ini sekitar pukul 15.30 WIB dan suasanya tidak terlalu ramai. Yang membuatnya ramai adalah suara musik dangdut dari salah satu rumah penduduk. Keunikan dari pelabuhan ini adalah desain dari kapal-kapal nelayannya. Desain kapal tidak terlalu besar dan sederhana tapi dicat dengan corak yang terang dan warna-warni. selain itu, kapal-kapal tersebut juga menggunakan tulisan-tulisan unik layaknya tulisan yang kita temukan di truk-truk walaupun lebih pendek. Kebanyakkan bertuliskan nama seperti Mas Rudi, Tiara, Mas Robi, Monas R, dan lain-lain. 

salah satu desain kapal nelayan

suasana sore hari di Pelabuhan Pasuruan

Menurut informasi, ada pula aktivitas pelelangan ikan tapi saya tidak melihatnya secara langsung. Tentunya, bau menyengat sudah tidak bisa dielakkan. Selain melihat kapal-kapal, merasakan semilir angin, dan bau amis, ikan-ikan yang dijemur juga menjadi pemandangan menarik di sini.

Walaupun ini tempat berkumpulnya ikan-ikan, ternyata ikan pari sulit untuk didapatkan di pelabuhan ini. setelah berjalan kesana kemari, akhirnya ada satu pedagang atau nelayan yang punya ikan pari beratnya 10 kilogram dibandrol dengan harga IDR 150.000 (wow!), itupun masih harus ambil di gudang.  Menurut mereka bulan ini adalah bulan purnama jadi agak sulit mencari ikan.

Ketika menulis soal pelabuhan sebagai tempat wisata dulu, saya melihat gambaran pelabuhan yang bersih dan rapi. Saya iseng-iseng mencari gambar pelabuhan di luar negeri dengan Pelabuhan Pasuruan ini. jadi ya seperti inilah perbandingannya. 

Pinggir Pelabuhan Pasuruan

Pinggir Pelabuhan Coffs, New South Wales, Australia (image: tripadvisor.com)


Memang sangat disayangkan karena pelabuhannya  kotor terutama di sekitar pinggiran tempat kapal-kapal berlabu. Bayangkan! saya bisa melihat sampah-sampah dan ikan busuk bahkan bantal terapung di pinggiran pelabuhan sehingga agak tidak menyenangkan untuk dipandang. Tatanan kapal-kapal nelayan juga tidak terlalu rapi. Semoga ke depan ada perbaikan agar banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke pelabuhan ini.

Karena info ikan sudah didapat dan beberapa rombongan sudah nggak tahan dengan bau amisnya maka kami langsung tancap gas untuk kembali ke Malang. Walaupun singkat tapi liburan kali ini cukup menyenangkan dengan sensasinya yang berbeda.

Minggu, 28 April 2013

Bertabur Puisi di Pertemuan Komunitas Malang Menulis Ke-4

Apa yang terlintas di benak teman-teman semua saat mendengar kata puisi? Nah, topik inilah yang didiskusikan pada pertemuan Malang Menulis yang ke-4 (28/04/2013). Saya coba ceritakan pengalaman mengikuti acara hari Minggu tersebut. 

Pertemuan ini dimulai sekitar pukul 09.30 WIB dengan pemateri Mas Sugeng. Pemateri yang menyebut dirinya penyuka puisi mengawali dengan pertanyaan yang sama dengan pertanyaan di atas. Setelah dijawab oleh beberapa peserta, pemateri melanjutkan dengan membacakan beberapa karya puisinya sekaligus membahas mengenai intepretasi puisi-puisi tersebut. Masalah intepretasi memang sangat menarik untuk dibahas karena faktanya setelah puisi di-publish maka akan terjadi multi intepretasi. Saya saja seringkali kesulitan untuk mengintepretasikan puisi yang mendekati dengan maksud penulis puisi tersebut.

Salah satu ketakutan penulis muda untuk menulis puisi adalah karena faktor diksi. Untuk hal ini, pemateri memberikan penjabaran bahwa penekanan puisi itu berbeda-beda. Ada yang memang ingin menulis puisi dengan menekankan pada diksi yang indah (nyastra banget). Ada pula yang menekankan pada makna atau pesan dari puisi itu sendiri dengan diksi yang mudah dipahami. 

Kalau bicara soal puisi saya jadi teringat masa kuliah. Saat itu, bisa dibilang saya sangat sering menulis puisi, bahkan saya punya 1 buku khusus untuk corat-coret meskipun tidak saya publikasikan atau kirimkan karena isinya curtahan semua hehe. Pojokan tangga kampus atau sekitaran green grass menjadi tempat “keramat” untuk menuliskan kalimat-kalimat yang disebut puisi tersebut. Kalau saya sih cenderung menggunakan kalimat yang biasa-biasa saja karena memang kemampuan diksi masih kurang. Selain itu, saya juga jadi ingat materi kuliah dulu termasuk salah satu dosennya (jadi inget Grandma hehe). Setelah lulus, saya jadi fakum menulis puisi dan pertemuan Malang Menulis kemarin membawa memori-memori lucu tersebut dalam ingatan saya. 

Kembali pada soal intepretasi, memang pembaca bebas memberikan intepretasinya tetapi menurut saya juga harus mendekati dengan apa yang mau disampaikan penulis puisi tersebut (kalau memang mau menyampaikan sesuatu). Kita ambil contoh kemarin, setelah Mas Sugeng membacakan salah satu puisinya, peserta diminta untuk mengintepretasikan puisi tersebut. Ternyata, intepretasinya jauh (bukan salah) dari apa yang dimaksud oleh penulis. Nah, pertemuan-pertemuan semacam ini menjadi menarik karena intepretasi sesungguhnya bisa didapatkan dari penulisnya langsung kecuali penulisnya sudah tidak ada atau meninggal. 

Pertemuan kali ini juga membahas sedikit mengenai sisi industri buku-buku puisi yang dipicu oleh pertanyaan dari salah satu peserta. Di akhir pertemuan, peserta diminta untuk menuliskan puisi yang kemudian dibacakan. Ini dia karya saya kemarin.

Kebaikan berbuah ribuan lantunan doa
Tak ada kata
Tak ada isyarat
Engkau hilang
Hanya kebaikan yang berbuah ribuan lantunan doa
Tapi
Ada mereka
Ada dia
Yang membuat engkau yang hilang menjadi tetap ada

Seperti itulah coretan saya kemarin, puisi ini awalnya hanya sebaris status di facebook saya yang saya teruskan menjadi puisi. Puisi ini sendiri terinspirasi dan saya buat untuk mengenang Almarhum UJE.

Nah, bagi teman-teman yang ingin mengikuti pertemuan Malang Menulis dan berdiskusi bersama silakan datang karena pertemuan akan diadakan tiap bulan dengan tempat dan materi yang berganti-ganti.   

Selasa, 05 Maret 2013

Gunanya Hafalan Pancasila


Jika berbicara mengenai pancasila maka sejak SD kita sudah mulai menghafal 5 sila yang ada pada burung garuda ini. Tapi, apakah hafalan itu tidak ada gunanya? Mungkin kita sedang meremehkan diri kita sendiri.

Menurut saya, hafalan itu masih ada gunanya karena sudah terekam di otak kita, hanya kita tidak terlalu sadar jika sudah menerapkan 5 sila tersebut sedikit ataupun banyak. Nah, saya ingin menjabarkan satu persatu apakah di jaman sekarang ini kita memang benar-benar sudah lupa akan nilai-nilai luhur pancasila? Berikut ini pandangan saya: 


Image: kemdiknas.go.id


1.      Ketuhanan yang Maha Esa
Jika membaca sila pertama pancasila ini maka yang terbersit di benak saya adalah sesuatu yang berhubungan dengan agama secara menyeluruh. Saat ini kita bebas memeluk agama yang sesuai dengan keyakinan. Banyak dari pengguna internet yang juga mulai menyebarkan virus positif kepada generasi muda yang mana ini juga sesuai dengan tuntunan agama yang berasal dari Tuhan. Penjelasan singkat ini membuktikan bahwa kita sedikit atau banyak sudah mempraktekkan apa yang kita hafalkan dari sejak SD dahulu khususnya sila pertama pancasila. 

2.      Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Untuk sila kedua ini mungkin terjadi banyak pro dan kontra khususnya pada kata adil dan beradab. Banyak orang beranggapan bahwa saat ini keadilan sudah tidak ada dan adab manusia juga sudah mulai menurun. Mungkin ada benarnya juga pernyataan tersebut dan saya setuju hanya saja dengan adanya orang-orang yang peduli terhadap Indonesia dan menanamkan nilai-nilai luhur pancasila di lubuk hatinya saya yakin bahwa sila kedua ini akan terus hidup. Penerapan secara menyeluruh mungkin masih sulit tapi kita bisa memulai dari bagian terkecil seperti diri kita sendiri, keluarga, dan lingkungan. Contohnya, kita bisa mulai mencoba adil saat melakukan sesuatu dan memperbaiki adab serta perilaku kita sendiri.   

3.      Persatuan Indonesia
Untuk penerapan sila ketiga ini, saya melihat bahwa rakyat Indonesia memiliki rasa persatuan yang sangat tinggi. Contohnya, ketika beberapa waktu lalu ibukota dilanda musibah banjir, maka warga dari daerah lain langsung menyalurkan bantuan. 

4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Jujur saja dulu sila inilah yang paling sulit untuk saya hafalkan karena terlalu panjang. Menurut saya, saat ini penerapan sila ini agak lemah karena berbagai media memberitakan maraknya korupsi yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin dan wakil-wakil rakyat. Mungkin, kita belum terlalu bijaksana dan terlalu banyak bermusyawarah yang tidak hikmat sehingga tidak banyak kata mufakat. 

5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Lagi-lagi, jika menyangkut kata adil maka pro dan kontra akan muncul karena keadilan yang menyeluruh masih sulit untuk dilakukan. Namun, memulai dari diri sendiri yaitu menanamkan sila ini ke dalam lubuk hati sangat penting. Saya banyak menemukan akun-akun jejaring sosial yang sangat peduli dengan kegiatan sosial dan mengajak followernya untuk berbagi dengan sesama. Paling tidak, inilah perwujudan atau action dari sila yang kelima ini terlepas dari menyeluruh atau belum.  

Pada akhirnya, pancasila dibuat untuk kebaikan Indonesia dan tugas kita adalah menerapkannya agar pancasila tetap hidup. Secara simbol mungkin sudah banyak dari kita yang lupa atau tidak terlalu peduli. Kebanyakkan kita hanya melihat pancasila hanya sebagai pajangan di sekolah-sekolah atau institusi-institusi pemerintah.

Walaupun begitu, mengolok-olok milik sendiri bukanlah suatu hal yang bijak. Setidaknya, ada sesuatu yang bisa kita lakukan walaupun hanya sedikit dan masih dimulai dari diri sendiri. Peran internet sendiri di era teknologi dan globalisasi ini sangat besar karena informasi apapun bisa disampaikan dengan cepat dan mudah termasuk kepada generasi muda yang peduli akan nilai-nilai pancasila. Dengan banyaknya informasi yang positif yang didapat dari internet maka perubahan kearah yang lebih baik akan berjalan dengan sendirinya. Terbukti, hafalan pancasila kita sejak SD dulu tidak percuma dan masih bermanfaat sampai sekarang.