Sepanjang perjalanan Nina hanya diam. Wajahnya tegas tapi mungkin karena ia
sedang menggigit ikan maka ia tak bicara satu kata pun. Leon sendiri tak berani
menegurnya setelah melihat tingkah Nina saat dia marah. Leon hanya mengikuti
kemana Nina melangkah. Memang jarak antara tempat mengambil ikan dan rumah Nina
cukup jauh.
Setelah beberapa saat berjalan, Nina menjatuhkan ikan dari mulutnya. Leon
yang mengikuti dari belakang berhenti mendadak karena kaget. Ia heran kenapa
Nina tiba-tiba berhenti.
”Ada apa Nina? Apa kita sudah sampai?” tanya Leon heran.
”Iya kita sudah sampai, inilah rumahku,” jawab Nina sambil melihat
sekeliling.
Betapa terkejutnya Leon, karena yang dinamakan rumah oleh Nina adalah
bagunan yang sudah roboh menjadi puing-puing. Tak terlihat bentuk rumah di
sana. Yang terhampar hanya puing-puing reruntuhan dan beberapa barang-barang
bekas yang berserakan. Sekelilingnya pun tampak sepi tak ada pintu atau kamar seperti
di rumah Leon.
”I...ini rumahmu?” Leon tidak percaya.
”Iya ini rumahku, kenapa, kaget?” Nina kembali bertanya.
”Hmm... tidak apa-apa kalau begitu mari kita masuk.”
”Tunggu sebentar!”
”Ada apa? Bukannya ini rumahmu?”
”Mylo di mana kamu? Keluar kakak bawakan makanan!” Nina berteriak memanggil sebuah nama.
“Siapa tadi? Mylo?”
“Iya, dia adikku, aku tinggal di sini berdua dengan dia,” jawab Nina.
Dari dalam reruntuhan yang disebut rumah oleh Nina muncul seekor kucing
lagi. Warnanya hampir mirip dengan Nina tapi kucing ini memiliki warna hitam di
beberapa bagian tubuhnya. Ia keluar perlahan dan melihat sekeliling. Setelah
memastikan bahwa keadaan aman Mylo keluar dan mendekat ke arah Nina. Mylo
terheran-heran dengan kehadiran Leon. Tidak pernah sekalipun Nina membawa
kucing lain untuk masuk lingkungan reruntuhan ini. Bahkan, Mylo pun dilarang
untuk membawa teman-temannya ke dalam reruntuhan ini. Tubuhnya lebih kecil
dibanding Nina. Wajah Mylo tidak terlalu keras seperti Nina, bahkan ia seperti
ketakutan saat keluar dari reruntuhan itu.
”Siapa dia Kak? Bukankah kita tidak memperbolehkan kucing lain masuk
wilayah kita?” Mylo bertanya sambil berjalan melihat Leon.
”Dia teman Kakak, dia membantu Kakak mendapat makanan ini,”
”Hmm...aromanya enak sekali Kak, terima kasih ya! Siapa namamu?” Mylo
mengitari Leon dan mengendus aroma tubuhnya.
”Namaku Leon,” Leon sedikit risih dengan tingkah Mylo.
”Leon, nama yang keren tapi kau tampak bersih hanya saja warna bulumu aneh
dan juga ekormu panjang sekali.” Mylo terus memandangi seluruh bagian tubuh
Leon.
”Hei! Kau tahu? Kata ayahku warna kami yang aneh dan ekor yang panjanglah
yang membuat ras kami istimewa!” dengus Leon kesal.
Mylo tertegun sejenak. Ia memperhatikan perkataan Leon dan ada yang
membuatnya tertarik lebih dari sekedar bulu dan ekor yang membuat ras Leon itu
istimewa.
”Ayah? Seperti apa Ayah itu?” tanya Mylo sambil mendekat kearah Leon.
”Ayah, kau tak tahu Ayahmu?” Leon kembali bertanya.
Sebelum percakapan itu dilanjutkan, Nina memotongnya. Sepertinya ia tak
ingin Mylo membicarakan hal itu lagi. Leon semakin bertanya-tanya sebenarnya
seperti apa kehidupan mereka berdua sehari-hari. Mereka hanya tinggal di
reruntuhan tapi disebut rumah oleh Nina. Makanan mereka juga diambil dari tong
sampah tapi mereka begitu menikmatinya bahkan merebutkan makanan yang kelihatan
kotor itu.
”Sudahlah Mylo, lebih baik kita makan sekarang!” bentak Nina memotong
pembicaraan Leon dan Mylo.
”Iya, benar lebih baik kita makan saja aku juga sangat lapar,” Leon
mendukung Nina karena bingung menjelaskan seperti apa ayah itu.
”Ya...baiklah kalau begitu,” Mylo tampak kecewa karena pertanyaannya tidak
terjawab.
”Baiklah sekarang kita bagi tiga ikan ini dan aku yang akan membaginya,”
Wajah Nina yang tegas tidak berubah sama sekali.
”Sudah jelas aku yang akan mendapat bagian paling besar, karena aku yang
menemukan ikan itu,” Leon berkata dengan senyumannya.
”Tidak! kita bagi rata. Semua mendapat bagian yang sama.”
”Tapi....” Leon hampir melawan perkataan Nina lagi.
”Kalau kau tidak mau maka kau tidak akan dapat bagian apapun!” Nina kesal.
”Ya...sudahlah bagi saja semaumu.” Leon menyerah.
Leon tak habis pikir bagaimana mungkin ia dikalahkan oleh seekor kucing
betina yang hampir mirip dengan adik-adiknya ini.
”Apa kakakmu selalu galak seperti itu?” tanya Leon kepada Myolo saat makan.
”Ya kakak memang galak, terkadang aku takut dengan dia. Kupikir dia tidak
menyayangiku,” jawab Mylo.
“Kakakmu pasti sayang denganmu, ia hanya ingin melindungimu saja. Tapi
kupikir dia memang galak, aku saja takut dengan dia,” Leon berkata dengan
sedikit tawa.
“Memang tadi kalian bertemu di mana? Kakak tak pernah mau berdekatan dengan
kucing lain selain aku,” Mylo bertanya keheranan sambil mengunyah
makanannya.
”Kami bertemu saat mencari ikan dan dia me...sudahlah mari kita makan saja
nanti kita teruskan ceritanya.” Leon agak malas menceritakan kejadian barusan.
Leon mengendus bau ikan itu. Baunya memang sama seperti ikan, tapi ikan itu
kotor dan diambil dari tong sampah. Tapi ia tak peduli lagi dengan itu, perutnya
sudah lapar dan ingin makan. Sebelum makan ia memperhatikan Mylo. Ternyata
makannya sangat lahap. Leon melihat kebelakang. Ia melihat Nina makan sendiri.
Wajahnya tak pernah berubah tegas dan keras. Tapi Leon yakin Nina adalah kucing
yang baik. Nina juga memakan ikan itu dengan lahap.
Leon kembali menatap potongan ikan itu. Ia menghela nafas dan menelan
ludahnya. Dengan mata terpejam, kucing yang selalu makan makanan enak di rumah
Keluarga Gregore itu akhirnya menggigit ikan itu dan mengunyahnya perlahan. Rasanya memang aneh, tak seperti makanan yang disiapkan
Bertha. Saat ikan itu ditelan rasanya hambar dan membuatnya ingin muntah. Tapi
setelah beberapa kali gigitan akhirnya Leon terbiasa juga dan mulai menikmati
makanannya itu.
Saat makan ia jadi teringat oleh keluarganya di rumah. Entah kenapa ia
merasa rindu dengan keadaan rumah. Ia ingin sekali pulang hari itu juga, tapi
ia tak tahu harus bagaimana. Tapi, pengalamannya keluar rumah memang
mengasyikkan. Baru kali ini ia bertengkar dengan sesama kucing dan diselamatkan
oleh seekor kucing betina. Lalu, ia juga harus berbagi makanan dengan kedua
kucing liar ini, Nina dan Mylo. Siapa juga kucing yang merebut makanannya tadi?
Kenapa Nina kenal dengan kucing itu.
Di rumah ia tak pernah membagi makanannya. Bertha selalu menyiapkan
semangkuk besar makanan. Tak jarang ia merebut makanan ketiga adiknya. Leon pun
masih berpikir apakah ia akan tidur di reruntuhan itu. Pasti akan sangat dingin
di sana. Tak ada kasur empuk dan hangat seperti di rumah keluarga Gregore. Tapi
saat mengingat ketiga adiknya Leon menjadi tidak ingin pulang. Ia malas melihat
adik-adiknya yang merepotkan itu. Mereka selalu menggangu Leon dan merengek
kepada Alexia. Belum lagi mereka bertiga selalu dimanjakan oleh pogo dan Spike.
Dengan lamunan-lamunan itu Leon melahap habis makanannya. Rasa hambar dan
dingin dari makanan kotor itu tidak ia rasakan lagi. Yang terpenting hari ini
akhirnya ia makan dan perutnya yang keroncongan akhirnya terisi juga walaupun
jatahnya berkurang banyak karena harus dibagi tiga oleh Nina. Kucing siamesse kecil ini tak tahu hal aneh
apalagi yang akan terjadi nanti, tapi ia berpikir bahwa ia adalah kucing hebat
dan siap menghadapi tantangan ini.
Terima kasih sudah menyempatkan menikmati cuplikan Novel Fabel "Petualangan Leon" ini. Jika masih penasaran bisa langsung klik covernya di sebelah kanan blog ini.