Sabtu, 09 April 2011
Senin, 04 April 2011
Ketika Pemotong Rambut Bercanda dengan Temannya
jadi ceritanya salah seorang teman dari Pak pemotong rambut itu datang dengan membawa kedua anaknya. tentunya bapak dengan dua anak itu juga memiliki tujuan yang sama dengan aku yaitu ingin memotong rambutnya. Berhubung aku yang datang duluan maka Pak pemotong rambut itu menanganiku terlebih dahulu.
Menariknya adalah percakapan mereka berdua tentang kehidupan. sambil menangani rambutku, pak pemotong rambut bercakap-cakap dengan temannya tersebut.
Pemotong rambut: Si x itu belum nikah-nikah ya? (membicarakan teman yang lain)
Temannya: iya padahal sudah waktunya.
Pemotong rambut: terus si xx itu juga belum punya anak ya padahal sudah lama nikah? (membicarakan teman lainnya lagi)
Temannya: iya mungkin belum rejeki, tapi kalau mau usaha bayi tabung itu bisa mungkin
walaupun keluar banyak uang tapi kan senang dapat anak.
Pemotong rambut: ya namanya rejekinya orang itu beda-beda, sudah ada yang mengatur.
Temannya: iya memang sekarang kehidupan lagi susah, cari yang haram saja sudah susah apalagi yang halal. ya yang penting usaha
Kira-kira seperti itulah obrolan mereka sambil terus memotong rambutku. Aku sendiri hanya ikut tertawa saat teman pemotong rambut itu mengungkapkan keluhannya. Kalau dipikir-pikir jika pernyataan "yang haram saja susah" ini Alhamdulilah deh minimal kejahatan tidak meraja rela. Untunglah walaupun bercakap-cakap semacam itu tapi mereka punya keluarga yang harmonis dan pekerjaan yang layak. Mungkin itu hanya canda mereka saja disela-sela menunggu giliran. Buktinya dengan hanya bekerja sebagai tukang potong rambut dan berjualan pulsa bapak itu mampu merenovasi "kantornya" itu. Aku tahu karena pada awal aku memotong rambut disana kondisinya jauh berbeda dengan sekarang. Bahkan saat itu beliau belum punya usaha isi ulang pulsa tapi sekarang ruangan itu cukup nyaman untuk para pelanggan yang datang dan adanya tambahan usaha isi ulang pulsa. Mungkin ini bukti kecil bahwa yang halal tidak susah kalau kita mau mencarinya dengan berdoa, telaten, dan ulet dalam bekerja.
Hidup dari Bubur Sumsum
“Bu saya beli buburnya 5 dibungkus.”
“Oh iya sebentar ya Mas.”
Bubur sumsum itu terlihat lezat dengan berbagai macam isian yang menggiurkan. Isian yang lazim adalah sumsum (dari tepung), mutiara (bentuknya seperti mutiara berwarna merah), ketan hitam, dan kacang hijau. Harganya terjangkau bahkan mungkin sangat murah hanya Rp. 1000,-. Ibu itu sudah lama mangkal di area Jalan Sigura-gura Malang tepatnya di depan Masjid Al-Muhajirin Malang. Aku emang berlangganan bubur sumsum itu. Jika ada waktu aku kesana dan membelinya untuk sekedar kudapan pengganjal perut. Menariknya aku memdapat pelajaran baru dengan mendengarkan percakapan antara salah seorang ibu yang menanti jemputan setelah menikmati bubur sumsum nan menggugah itu dan penjual tersebut. Kira-kira seperti ini percakapan mereka
Ibu pembeli: Sudah lama berjualan di sini bu?
Ibu penjual: Wah sudah lama Bu mulai tahun 1997. pokoknya setelah bapaknya anak-anak “nggak ada” saya langsung berjualan disini.
Ibu Pembeli: wah sudah lama ya Bu.
Ibu Penjual: Iya Bu, anak saya 4 semua saya biayai dengan jualan bubur ini kok Bu.
Ibu Pembeli: mulai jam berapa berjualan disini bu?
Ibu Penjual: Mulai dari jam 7 sudah di sini tapi menyiapkannya mulai jam 3 pagi Bu nanti pulang kalau ndak siang ya sore jam 3.
Ibu Pembeli: Nggak capek bu?
Ibu Penjual: Nggak bu wong daripada tiduran di rumah malah bosan. Tapi menyiapkannya nggak berat soalnya bahan-bahan belinya nitip anak saya yang sekarang mracang (jualan bahan pokok).
Minggu, 03 April 2011
Pelajaran dari Bapak Penjual Kerupuk
Suatu pagi sekitar pukul 08.30 atau 09.00 seorang bapak datang kepadaku. Seperti biasa kulayani saja dengan ramah dan senyuman. Ia meminta aku untuk mengetikan sesuatu. Sesuatu itu adalah logo makanan ringan. Mungkin ini terlihat biasa karena tiap hari ada saja yang seperti ini dan macam-macam saja permintaan para customer. Tapi yang membuatnya layak ditulis dan di ingat adalah pembicaraan hari itu. Aku benar-benar salut dengan bapak itu. Merek dagang yang aku ketik saat itu adalah makanan ringan cap "Tiga Hiu". Kira-kira beginilah dialog yang layak diingat itu:
Bapak x: Mas...bisa minta tolong dibuatin yang kayak gini?
Aku: o kayak gini pak (sambil melihat merk dagang itu), bisa.
Bapak x: ini diganti aja nggak apa-apa mas, ini kan cuma contoh aja
Aku: diganti gimana pak?
Bapak x: ini kan mereknya hiunya 1 (menunjuk gambar) ditambah jadi 3 aja.
Aku: o gitu...
Kemudian aku mengerjakan perintah bapak tersebut dan ditengah-tengah pembicaraan itu ia tiba-tiba berkata.
Bapak x: Kalau sekarang ini apa-apa harus dikerjakan mas wong namanya cari makan.
Aku: (sedikit terkejut) iya..pak
Bapak x: ini liat temen saya jualan krupuk kok sukses...saya jadi kepingin nyoba mas
Omsetnya bisa nyampe 2 juta 1 bulan mas. Cari duit 2 juta kan sulit banget mas.
Aku: iya bener pak (sambil senyum-senyum)
Bapak x: Kalau sekarang saya apa yang bisa saya kerjakan. Pokoknya saya berpikir positif aja mas. Saya juga berpikir kalau nanti ini juga sukses kayak teman saya itu. Terus terang saya liat demo-demo gitu paling benci saya.
Aku: o gitu ya pak
Bapak x: iya pokoknya benci saya klo pas liat di TV itu mas
Mending usaha ya pelan-pelan wong namanya milih usaha yang kayak gini ya kudu sabar (kami berdua tertawa). Ini kalau mas punya-punya ide bagusnya gimana saya terima lho mas kan sapa tahu ide masnya bisa lebih bagus trus hasilnya menarik.
Beberapa saat kemudian design sederhana yang kubuat dengan penuh keringat (lebay dikit hehehe) akhirnya selesai juga. Tiba-tiba bapak itu berkata lagi.
Bapak x: Mas kok gambarnya mirip orang senyum ya?? Pas ini rambutnya (menunjuk tulisan: makanan ringan) ini mata sama hidung (menunjuk tiga hiu-nya) lha ini mulutnya (menunjuk alamat nya). Kalau diliat liat seh emang mirip...banget malahan aku dan bapak itu tertawa terbahak-bahak untungnya lagi sepi...
Diakhir pertemua itu sang bapak berkata kembali.
Bapak x: nah gini kan keliatan menarik mas...ya pokoknya moga-moga jualan ini nanti laris gitu lah mas.
Aku: iya pak..
Bapak x: makasih banyak lho mas ini...
Sambil melihat ia berlalu aku tersenyum.
Aku: ya pak sama-sama.....(dalam hati: ya semoga sukses pak usahanya)
Dari situlah aku melihat secercah semangat dimasa-masa sulit semacam ini. Berpikir positif...mungkin itu lah yang paling penting saat ini kemudian kerjakan saja, tidak ada salahnya juga mencoba sapa tahu bisa sukses, tentunya dengan usaha keras dan ulet. Ya walaupun namanya manusia juga suka ngeluh tapi aku juga belajar dari perkataan bapak itu.
Saat itu aku hanya berpikir barangkali ia pulang kerumah dengan tersenyum bercerita pengalamannnya tadi (termasuk bercengkerama dengan ku hehehe) dan bersiap untuk mulai mebuat krupuk dengan bumbu yang ada plus bumbu semangat yang membara. Semoga di waktu yang akan datang bisa kutemukan merk ini di warung-warung atau toko terdekat.